Champs, di dunia yang serba online seperti sekarang ini, media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita semua. Platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok sangat populer digunakan oleh kita, para remaja. Media sosial tidak hanya digunakan untuk tetap terhubung dengan teman, tetapi juga untuk berbagi momen kehidupan melalui fitur-fitur canggih yang disediakan. Champs, pernahkah melihat seseorang di media sosial dengan segala prestasi dan pencapaiannya, lalu membandingkan diri dengan orang tersebut. Tidak selesai sampai disana, kadang kala juga hadir perasaan rendah diri, tidak nyaman, dan merasa diri sendiri kurang baik, hal ini bisa dikaitkan dengan munculnya social comparison melalui media sosial.
Media sosial tidak diragukan lagi menawarkan banyak keuntungan bagi kita dengan menyediakan akses dan koneksi ke orang-orang, layanan, informasi, dan kesempatan yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Berdasarkan data dari Databoks (2024), total pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2024, yaitu 191 juta pengguna (73,7% dari populasi). Sementara dari segi umur sendiri, pengguna media sosial didominasi oleh usia 18-34 tahun (54,1%). Hal ini mendorong munculnya isu kesehatan mental remaja mengenai hubungan antara penggunaan media sosial yang lebih besar dengan skor depresi dan kecemasan yang lebih tinggi, waktu tidur tidak cukup, rendahnya rasa percaya diri, dan masalah citra tubuh (Kelly et al., 2018). Social comparison dapat menjadi sarana yang menjembatani hubungan antara penggunaan media sosial dan efek psikologis yang negatif bagi pengguna, termasuk di dalamnya para remaja.
Baca juga: Bagaimana Media Berinteraksi Dengan Perkembangan Interpersonal Anak? https://focusonthefamily.id/bagaimana-media-berinteraksi-dengan-perkembangan-interpersonal-anak/
Social comparison yaitu individu menilai harga diri mereka dengan membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain. Kecenderungan untuk menggunakan orang lain sebagai sumber informasi untuk menentukan seberapa baik kita dibandingkan dengan orang lain (ability comparison) atau bagaimana kita harus berperilaku, berpikir, dan merasa (opinion comparison) (Festinger, 1954). Ada dua jenis perbandingan sosial yang dapat dikelompokkan sebagai berikut.
- Upward social comparison, yaitu ketika seseorang membandingkan kemampuan, pendapat atau sifatnya dengan orang lain yang dinilai lebih baik dari dirinya. Hal ini sering kali bisa membuat perasaan insecure atau sebaliknya, yaitu termotivasi untuk menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri.
- Downward social comparison, yaitu seseorang membandingkan kehidupan mereka dengan seseorang yang kurang terampil atau yang dinilai tidak sebaik dirinya. Perbandingan ini bisa meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang, namun bisa juga membuat kita jadi memandang rendah orang lain.
Champs, baik disadari maupun tidak media sosial mendorong meningkatnya social comparison karena banyak pengguna yang disuguhi gambar dan konten yang dibagikan oleh sesama pengguna untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan. Ketika membuka laman sosial media kita, banyak postingan gambar yang di-photoshop atau influencer yang dibayar untuk tampil dengan cara tertentu. Pengguna media sosial juga cenderung mempercayai bahwa orang lain yang mereka lihat di media sosial, lebih bahagia dan menjalani kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan diri sendiri. Padahal unggahan-unggahan di media sosial seringkali hanya menampilkan bagian terbaik dari kehidupan seseorang, maka unggahan tersebut merepresentasikan ekspektasi yang tidak realistis. Inilah sebabnya mengapa perbandingan sosial jauh lebih kuat di media sosial dan juga menyebabkan konsekuensi yang tidak sehat.
Beberapa tips yang bisa champs lakukan untuk meminimalisir social comparison ketika menggunakan media sosial, serta tips untuk meningkatkan self-worth diri:
- Ingatlah bahwa orang memilih bagaimana mereka ingin menampilkan diri mereka. Banyak unggahan dirancang hanya untuk menarik perhatian yang bukan merupakan realitanya.
- Mengubah atau “membersihkan” feed media sosial. Mengubah feed media sosial dapat membantu agar lebih positif secara pikiran dan citra diri seseorang. Proses ini dapat mencakup berhenti mengikuti orang-orang yang cenderung membuat kita membandingkan diri dengan mereka. Champs juga dapat mencoba mengikuti lebih banyak orang yang lebih otentik dalam menceritakan pengalaman negatif dan positif mereka, serta postingan yang menginspirasi diri.
- Menonaktifkan media sosial jika diperlukan. Saat suasana hati kita sedang tidak baik atau sedang menghadapi tantangan yang berat, kita bisa memilih untuk menghindari media sosial. Memilih untuk istirahat sejenak dan fokus pada diri champs sendiri. Champs juga dapat membuat batasan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk menggunakan media sosial setiap harinya.
- Melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan self-esteem. Membangun self-esteem dapat membantu mengurangi perbandingan dengan orang lain dan berfungsi sebagai cara untuk mendukung kesehatan fisik dan mental kita. Kegiatan ini mencakup mengidentifikasi kekuatan diri, melakukan self talk yang positif, dan terlibat dalam kegiatan/hobi yang menyenangkan yang membuat champs merasa nyaman dan bertumbuh dalam diri kita sendiri.
- Fokus pada kekuatan diri. Kita dapat menjadi rendah hati dan mulai mengenali kekuatan, bakat, dan pencapaian diri kita sendiri. Champs bisa memulai dengan menuliskan tiga hal yang benar-benar disukai dari diri kita sendiri dan juga hal-hal yang dapat diidentifikasi sebagai kekuatan diri serta mengembangkannya.
- Belajarlah untuk bersaing dengan diri sendiri, bukan dengan orang lain. Alih-alih berfokus pada membandingkan diri dengan orang lain, kita dapat mulai berfokus pada tujuan. Serta, jauh lebih baik untuk membandingkan diri kita saat ini dengan diri kita yang kemarin, bukan dengan kehidupan orang lain.
- Berlatih untuk bersyukur. Champs bisa mulai fokus pada apa yang dimiliki dalam hidup ini dibandingkan dengan apa yang tidak dimiliki. Hal ini bisa jadi kecil, tapi mengakui dan mengapresiasi apa yang telah kita miliki bisa sangat membantu dalam mengurangi perbandingan dengan orang lain.
Champs, percayalah bahwa setiap orang memiliki perjalanannya sendiri. Baik dalam dunia maya maupun dalam dunia realita, kita tidak perlu merasa khawatir bila kita tidak seperti orang lain yang dilihat. Beberapa orang mungkin memiliki perjalanan yang lebih cepat dan lancar, sementara yang lain membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengeksplorasi dan berjuang sebelum mencapai tujuan mereka. Nyatanya setiap orang memiliki kehidupan, perjalanan, dan tantangannya masing-masing.
Focus on the Family Indonesia mendukung para remaja untuk menyikapi perkembangan dunia digital dengan batasan yang sehat melalui program “No Apologies” juga program mentoring & konseling untuk champs bisa berdiskusi dengan tenaga profesional untuk perkembangan diri. Champs dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.
“Self respect, self worth, and self love, all start with self. Stop looking outside of yourself for your value” – Rob Liano
Referensi:
Chien, G. (2022, January 6). Social Comparisons in Social Media: Why are Others Doing so Well? Medium. https://cppastudents.medium.com/social-comparisons-in-social-media-positive-psychology-concept-series-694796b751c
Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human Relations, 7(2), 117–140. https://doi.org/10.1177/001872675400700202
Kelly, Y., Zilanawala, A., Booker, C., & Sacker, A. (2018). Social media use and adolescent Mental health: Findings from the UK Millennium Cohort Study. EClinicalMedicine, 6, 59–68. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2018.12.005
The Jed Foundation. (2023, May 11). Understanding social comparison on social media | JED. https://jedfoundation.org/resource/understanding-social-comparison-on-social-media/