Family Indonesia

Peran Orang Tua dalam Menghindari Paparan Pornografi pada Anak

Peran Orang Tua dalam Menghindari Paparan Pornografi pada Anak

Parents, belum lama ini Indonesia dikejutkan dengan kabar empat anak di bawah umur yang menjadi tersangka pembunuhan dan pemerkosaan. Setelah ditelusuri, diketahui bahwa motif mereka melakukan tindakan keji tersebut karena ingin menyalurkan hasrat setelah menonton video porno. Bahkan sejumlah video porno ditemukan di ponsel pelaku, yang kita semua tahu adalah anak di bawah umur. Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan menjadi perhatian banyak pihak. Bagaimana hal ini dapat terjadi karena menonton video porno? 

Tugas menjaga dan mengedukasi anak menjadi kompleks untuk parents karena mudahnya akses informasi di zaman sekarang ini. Anak tidak dipungkiri dapat terpapar konten-konten berbau pornografi tanpa sepengetahuan orang tua karena konten pornografi yang dapat ditemukan di berbagai media, seperti bacaan, gambar, film, bahkan iklan yang seringkali muncul di internet. Bila anak tidak mendapatkan pondasi yang kuat baik secara pengetahuan, norma, maupun nilai agama, hal ini akan memberikan dampak negatif pada anak. 

Bagaimana Pornografi Menciptakan Kecanduan

Berdasarkan konferensi pers di Kemenkopolhukam pada tahun 2024, National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menemukan kasus pornografi anak Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Jumlah kasus pornografi anak di Indonesia masuk dalam peringkat empat di dunia dan peringkat dua terbanyak di lingkungan Asia Tenggara atau negara-negara ASEAN. Individu yang mengonsumsi konten pornografi dapat mengalami kecanduan, saat ini terdapat istilah “Narkolema” (narkoba lewat mata) bahwa orang cenderung menjadi kecanduan jika mereka tidak melihat pornografi. Pornografi yang terus menerus diakses diyakini dapat mengakibatkan rangsangan seksual yang terjadi sesuai dengan apa yang dilihat, hal tersebut dapat memengaruhi reaksi seksual seseorang, baik yang dilakukan secara pribadi maupun menggunakan objek untuk melampiaskan tindakan seksual mereka (Rumondor et al., 2022). 

Baca juga: Menghindari Adiksi Pornografi Pada Anak

Pornografi pada Remaja

Parents, masa remaja merupakan fase dimana kematangan organ seksual sudah mulai bekerja mengakibatkan nafsu seksual seseorang tumbuh, sehingga remaja cenderung berminat membicarakan, mempelajari, atau mengamati segala hal yang berbau seksual. Mudahnya aksesibilitas informasi terkait seksualitas secara online dapat menjadi salah sasaran bagi remaja karena rentan terpapar konten pornografi. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab remaja kecanduan pornografi adalah minimnya pengawasan orang tua dan pendidikan seksualitas remaja (Fatimah & Rahmawati, 2022). Kecanduan pornografi dapat berdampak negatif pada remaja yang menyebabkan persepsi menyimpang tentang hubungan dan seks, juga menggiring remaja pada aktivitas seksual yang tidak sehat, termasuk seks pranikah. 

Dampak Pornografi

Paparan pornografi sering kali menimbulkan kecemasan pada anak (Flood, 2009). Setelah melihat pornografi, anak-anak dapat menunjukkan perasaan jijik, kaget, malu, marah, takut, dan sedih, bahkan dapat mengalami gejala-gejala kecemasan dan depresi. Anak tidak dipungkiri dapat terobsesi untuk memerankan tindakan seksual orang dewasa yang telah dilihat. Anak-anak usia di bawah dua belas tahun yang telah melihat pornografi secara statistik lebih mungkin melakukan pelecehan seksual terhadap teman sebayanya (Manning, 2006). Singkatnya, anak-anak yang terpapar konten pornografi berisiko mengalami berbagai perilaku maladaptif dan psikopatologi.

Pendidikan Seksualitas Sejak Dini

Berkaca dari banyaknya kasus anak dibawah umur yang melakukan pelecehan seksual, faktor-faktor yang dapat memengaruhi hal tersebut, antara lain pernah melihat kejadian serupa, modelling (meniru), kurang pemahaman tentang seksualitas, dan kurangnya pengawasan orang tua. Parents, pentingnya memberikan edukasi seksualitas pada anak karena orang tua adalah orang terdekat bagi anak. Pendidikan seksualitas pada anak yang diawali dengan persepsi yang benar dari orang tuanya, menjadi penting bagi anak supaya dapat menyaring informasi yang diterima dari luar, termasuk melindungi anak dari paparan pornografi. Perlu dipahami kembali oleh parents bahwa pendidikan seksualitas bukan hanya tentang hubungan seks antara laki-laki dan perempuan. Parents dapat memberikan edukasi seksualitas sesuai perkembangan kognitif anak dimulai dari mengenalkan anak tentang dirinya (seluruh anggota tubuh), perubahan fisik selama masa pubertas, dan moralitas tentang seksualitas. 

  1. Saat bayi, pendidikan seks berupa rasa cinta yang didapatkan oleh orang tuanya melalui sentuhan pada kulit anak.
  2. Pada anak usia dini, parents dapat memperkenalkan anggota tubuh termasuk dengan jenis kelamin, tanpa ada kata ganti yang bisa memiliki makna ganda. Anak juga dapat diajarkan bagaimana cara memperlakukan, merawat, dan membersihkan organ seksualnya, termasuk tentang area privasi yang tidak boleh disentuh, dipermainkan, dan dilihat orang lain.
  3. Saat anak memasuki sekolah dasar, parents mengajarkan kepada anak mengenai peran gender dalam bersosialisasi dengan gender lainnya yang bisa diimbangi dengan nilai keluarga yang diterapkan. Pada anak sekolah dasar juga dapat mulai diperkenalkan terkait fase pubertas.
  4. Pada remaja, ajak anak berdiskusi mengenai perilaku seksual dan mengajari anak bagaimana cara mengendalikan diri dari dorongan seksual. Parent juga dapat membahas hubungan seksual yang sehat dan sesuai seperti apa (hubungan seksual setelah pernikahan), serta bagaimana risiko-risiko yang dapat terjadi tentang masalah seksual.

Cara lain yang dapat parents lakukan untuk mencegah anak terpapar pornografi yang pertama adalah dengan menanamkan nilai-nilai budaya, agama, atau norma yang diyakini sebagai pondasi untuk anak bersikap dan membuat batasan. Kedua, parents dapat memberikan batasan situs-situs yang diakses di internet atau juga mendampingi anak saat bermain gadget. Ketiga, mengisi waktu luang anak dengan kegiatan positif yang sesuai minat dan bakat mereka. Terakhir dan yang paling penting adalah membangun trust dengan anak, agar anak dapat merasa nyaman dan aman untuk terbuka mengenai seksualitas dengan orang tua.  

Satu langkah yang dilakukan parents untuk memberikan edukasi seksualitas sejak dini kepada anak, dapat membantu anak terhindar dari kejahatan seksual dan dapat mengantisipasi terjadinya perilaku menyimpang di kemudian hari.

Focus on the Family Indonesia memperlengkapi keluarga dengan nilai-nilai dan kompetensi untuk membangun keluarga yang sehat. Oleh sebab itu, FOFI menyediakan program konseling untuk parents agar bisa berdiskusi dengan tenaga profesional untuk perkembangan keluarga Anda. FOFI juga menyediakan program parenting ‘Let’s Talk About Sex’ yang dapat membekali parents mendampingi pertumbuhan anak. Parents dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi:

Fatimah, S. (2022). DAMPAK PORNOGRAFI TERHADAP PERKEMBANGAN PERILAKU REMAJA. Jurnal Pengabdian Masyarakat Putri Hijau, 2(2), 49–52. https://doi.org/10.36656/jpmph.v2i2.824 

Flood, M. G. (2009). The harms of pornography exposure among children and young people. Child Abuse Review, 18(6), 384–400. https://doi.org/10.1002/car.1092  

Manning, J. C. (2006). The Impact of internet pornography on Marriage and the Family: A review of the research. Sexual Health & Compulsivity, 13(2–3), 131–165. https://doi.org/10.1080/10720160600870711