Family Indonesia

Menghindari Adiksi Pornografi Pada Anak

Menghindari Adiksi Pornografi Pada Anak

Parents, perlu Anda ketahui bahwa hingga saat ini, paparan pornografi masih menjadi salah satu permasalahan terbesar di Indonesia (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2019). Ketersediaan teknologi yang dapat diakses dengan mudah oleh siapapun—termasuk anak kita— menjadi salah satu media penyebaran konten pornografi. Tidak perlu untuk berlangganan pada aplikasi ataupun website khusus pornografi, anak-anak Indonesia sudah bisa mengakses konten pornografi dari aplikasi sosial media secara gratis.

Banyaknya konten pornografi yang tersebar bebas ini bukan menjadi satu-satunya masalah yang harus parents pertimbangkan. Adiksi terhadap konten pornografi justru menjadi masalah yang lebih berbahaya untuk perkembangan anak Anda. Penelitian terdahulu sudah membuktikan bahwa adiksi pornografi memberikan dampak buruk bagi individu seperti mood yang rendah, potensi mengalami depresi, berkurangnya kepercayaan diri, nafsu makan, dan bahkan ikatan emosional dengan keluarga (Qadri et al., 2023).

Menurut Koob dan Volkow dalam penelitian mereka, adiksi pornografi juga sulit untuk dilepaskan lantaran konten pornografi merangsang otak untuk sekresi dopamine—sebuah hormon yang memberikan perasaan ‘enak’ dan rewarding—dalam jumlah yang terlalu banyak. Individu bisa terbiasa dengan jumlah dopamine yang biasa Ia terima dari konten pornografi, sehingga, berikutnya individu akan mencari dopamine yang lebih banyak agar bisa merasakan perasaan ‘enak’ dan rewarding lagi dengan cara menonton lebih banyak konten pornografi atau mencari bentuk konten pornografi yang lebih beragam.

Untuk mencegah adiksi pornografi, FOFI mendorong parents sekalian untuk membimbing anak Anda dalam kebiasaan digital dan penggunaan media mereka dengan cara berikut:

  • Membatasi konsumsi media dengan aktivitas kekeluargaan 

Penelitian Zattoni menunjukkan bahwa anak anda bisa saja mulai mengkonsumsi pornografi sebagai bentuk coping atau penanggulangan dari stres, perasaan kesepian, kebosanan, atau membebaskan diri dari pikiran negatif. Oleh sebab itu, parents bisa melakukan berbagai aktivitas yang bisa dinikmati bersama anak Anda untuk menghindari bahaya paparan konten pornografi. Parents bisa membuat rutinitas family time agar Anda dan anak menyediakan waktu untuk melakukan aktivitas bersama seperti olahraga bersama, family talk, family game, dan lainnya dengan perjanjian agar tidak memegang ponsel masing-masing selama kurun waktu tersebut.

  • Berkomunikasi dengan anak mengenai batasan penggunaan media

Penggunaan media harus disesuaikan dengan kebutuhan anak dan usianya. Anak-anak di bawah usia 12 tahun disarankan untuk tidak memiliki handphone pribadi dan hanya menggunakan handphone atau device milik parents apabila ada keperluan. Parents dapat membatasi anak Anda yang berusia di bawah 10 tahun dalam mengakses layar tablet, komputer, atau handphone selama maksimal 30 menit setiap hari. Sementara itu, anak-anak berusia 10-12 tahun dapat mengakses layar selama 1 jam setiap hari atau sesuai dengan keperluan mereka. Parents dapat memberikan handphone pribadi dan akses layar kepada anak Anda yang berusia 13 tahun ke atas dengan pemantauan berkala dan peraturan yang telah Anda tetapkan bersama dengan anak Anda.

Tentunya, dalam memberikan batasan ini, parents harus berkomunikasi dengan jelas kepada anak. Jangan hanya sekedar memberikan batasan/aturan tanpa alasan yang jelas.

“Aturan tanpa alasan dan hubungan, menghasilkan pemberontakan.” 

Penjelasan yang tidak berdasar seperti “Main HP itu tidak baik kalo lama-lama loh!” hanya akan membuat anak Anda bertanya-tanya. Jelaskan bagaimana menatap layar terlalu lama dapat merusak fungsi mata, komunikasikan bahwa parents menginginkan anak untuk bisa memprioritaskan tugas atau waktu bersama dengan keluarga.

“Kebenaran yang menyedihkan adalah, kita tidak akan dapat sepenuhnya melindungi anak-anak kita dari hal-hal yang tidak pantas dalam budaya saat ini, jadi kita harus mempersiapkan mereka dengan baik untuk masa depan.”
Vicky Coutney, Logged On and Tuned Out

 

FOFI mendukung parents sekalian untuk bisa membimbing anak-anak bangsa menjadi tangguh dan siap untuk masa depan mereka yang cerah. Oleh sebab itu, FOFI menyediakan program konseling untuk parents agar bisa berdiskusi dengan tenaga profesional untuk perkembangan keluarga Anda. Parents juga dapat mengikuti program parenting FOFI ‘Raising Future Ready Kids’ yang dapat membekali parents dengan skills untuk mendampingi pertumbuhan anak Anda dalam beberapa aspek kehidupan seperti literasi media, kesehatan mental, kesiapan sekolah, dan lainnya. Hubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

Referensi 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2019). KPAI Sebut Anak Korban Kejahatan Dunia Maya Capai 679 Kasus. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). https://www.kpai.go.id/publikasi/kpai-sebut-anak-korban-kejahatan-dunia-maya-capai-679-kasus

Koob, G. F., & Volkow, N. D. (2009). Neurocircuitry of addiction. Neuropsychopharmacology, 35(1), 217–238. https://doi.org/10.1038/npp.2009.110

Qadri, H. M., Waheed, A., Ali, M., Hasan, S., Abdullah, S., Munawar, T., Luqman, S., Saffi, J., Ahmad, A., & Babar, M. S. (2023). Physiological, Psychosocial and Substance Abuse Effects of Pornography Addiction: A Narrative review. Curēus. https://doi.org/10.7759/cureus.33703

Zattoni, F., Gül, M., Soligo, M., Morlacco, A., Motterle, G., Collavino, J., Barneschi, A. C., Moschini, M., & Moro, F. D. (2020). The impact of COVID-19 pandemic on pornography habits: a global analysis of Google Trends. International Journal of Impotence Research, 33(8), 824–831. https://doi.org/10.1038/s41443-020-00380-w