Champs, apakah pernah berada di suatu hubungan yang baik disadari maupun tidak, membuat diri kita merasa tidak nyaman dan tidak bahagia?
Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa tanpa orang lain dan saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial, kita tidak terlepas dari interaksi dan komunikasi dengan manusia lainnya. Manusia memiliki kebutuhan untuk rasa aman, kasih sayang, dan pengakuan akan eksistensi dirinya yang didapatkan melalui hubungan dalam kehidupan sosial. Hubungan dapat diartikan sebagai ikatan atau koneksi antar individu yang dapat ditemui dalam bentuk hubungan dengan orang tua, keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sosial.
Masa remaja ini, kita melalui fase untuk membangun hubungan sosial yang lebih mendalam dengan sekitar, baik pertemanan maupun hubungan romantis. Dalam sebuah hubungan, kita akan menemukan berbagai konflik dan perbedaan pemikiran mengenai suatu hal. Saat berada di situasi tersebut, kita dapat merasakan tertekan, terancam, juga merasa terpaksa bertahan di dalamnya. Seringkali juga, kita jadi terpaksa menoleransi setiap hal yang dilakukan oleh pihak lain, meski kita merasa tidak setuju atau senang dengan hal tersebut. Hubungan seperti itu dapat dikategorikan sebagai toxic relationship. Toxic relationship adalah hubungan yang memiliki dinamika tidak sehat dan menyebabkan perasaan tertekan atau terluka karena tidak adanya dukungan, tidak dihargai, dan manipulasi (Delony, 2024). Prabandari (2021) menyebutkan bahwa anak usia remaja tidak jarang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat (toxic relationship), baik dengan sahabat, pacar, saudara, maupun orang tua dan lingkungan sekitar. Remaja perempuan dan laki-laki, keduanya sama-sama berisiko menjadi korban dari hubungan tidak sehat.
Contoh toxic relationship dalam berbagai jenis hubungan oleh remaja, seperti:
- Keluarga: Dikenal dengan istilah “Toxic Parents” atau “Toxic Parenting”, dimana orang tua mengasuh dan mendidik anak dengan selalu mementingkan kepentingan dan kemauan dari pihak orang tua, tanpa memikirkan kondisi dan tidak menghargai pendapat sang anak.
- Pacaran/Hubungan Romantis: Hubungan romansa yang tidak sehat dapat mengarah pada kekerasan fisik, seksual, dan emosi (dating violence). Pasangan yang cemburu, posesif berlebihan, menuntut perhatian terus-menerus, mengisolasi pasangannya dari teman dan keluarga adalah contoh dari hubungan tidak sehat. Hal ini bukanlah tanda cinta, melainkan tanda kontrol atas pasangannya.
- Pertemanan: Toxic friendship, individu yang menganggap temannya sebagai lawan/saingan, seringnya memberikan kritik yang menjatuhkan, dan selalu merasa yang paling hebat dalam lingkup pertemanan merupakan bentuk lingkungan pertemanan yang toxic.
“When you get out of it, you realize how toxic it actually was.” – Steve Maraboli
Ketika berada dalam hubungan yang tidak sehat, Champs dapat melihat beberapa ciri-ciri dari hubungan tersebut, yaitu:
- Kurangnya dukungan yang didapatkan dan terkesan pihak lain dalam hubungan hanya mementingkan dirinya sendiri.
- Komunikasi yang dipenuhi dengan sarkasme, kritik, dan penghinaan.
- Kecurigaan, ketidakpercayaan, dan kecemburuan yang berkepanjangan dalam hubungan.
- Perilaku mengontrol dan pembatasan dalam berbagai hal.
- Sering berbohong untuk menghindari interaksi dengan pasangan atau takut untuk berbicara jujur.
- Sikap tidak menghormati dan menghargai yang berpola.
- Sering merasa lelah secara fisik dan mental atau tidak nyaman dalam hubungan.
- Penarikan diri dari hal yang disukai.
Hubungan seperti ini dapat mengancam kesehatan mental dan fisik seseorang. Champs dapat merasa stress, depresi, kemarahan, hingga percobaan menyakiti diri sendiri sebagai dampak dari hubungan toxic (Dafiq et al., 2023). Kita sebagai remaja juga dapat menjadi insecure, mengalami trauma, cemas, pikiran menjadi terganggu, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, dan gangguan dalam kehidupan sehari-hari (Prabandari, 2021). Seringnya champs tidak menyadari bahwa Ia sedang berada di hubungan tidak sehat dan tetap bertahan dengan berbagai alasan yang berbeda. Berada dalam hubungan tersebut dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan pada konsep diri dan harga diri remaja.
Upaya untuk lepas dan bebas dari toxic relationship memang tidak mudah dan membutuhkan waktu, terutama dalam hubungan keluarga dan pertemanan. Champs, dapat melakukan coping dalam hubungan ini dengan membuat batasan yang sehat, self-care, dan awareness terhadap diri sendiri. Bicarakan mengenai apa yang kita rasakan secara jujur, masalah yang dihadapi, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan tersebut. Kedua, membuat batasan frekuensi berinteraksi dengan orang yang membuat kita tidak bahagia. Ketiga, yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak waktu untuk melakukan hal/kegiatan yang disukai. Lalu, bangun support system dengan orang-orang yang dapat memberikan energi positif kepada kita.
Dalam hubungan romantis, champs dapat melakukan beberapa hal untuk meninjau apakah hubungan tersebut masih layak untuk dipertahankan atau harus segera diakhiri. Komunikasi dapat dilakukan bersama pasangan, bicarakan kembali mengenai hubungan yang sedang dijalani dan komitmen untuk memperbaiki hubungan. Bila pasangan tidak menunjukkan komitmen untuk berubah dan tetap melakukan hal tidak menyenangkan (kekerasan) yang sudah berpola, mengakhiri hubungan merupakan pilihan yang tepat. Saat mengakhiri hubungan tersebut, membangun support system yang dapat menguatkan dan menemani di setiap proses mulai dari merencanakan, merealisasikan, dan pemulihan diri dari hubungan toxic. Memutuskan seluruh kontak setelah hubungan berakhir dapat dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada kesempatan untuk kembali bersama dengan pasangan. Individu yang pernah memiliki hubungan toxic dapat merasa dirinya tidak berharga dan sulit untuk menemukan orang yang lebih baik. Tanamkan dalam diri sendiri bahwa kita pantas untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik dan tetap bahagia. Bila menghadapi kesulitan menyembuhkan diri sendiri, kita dapat menjangkau tenaga kesehatan profesional untuk memulihkan kesehatan mental dan membangun kembali self-esteem.
Percayalah, kita semua berhak atas hubungan sehat yang didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan, dan komunikasi yang sehat. Saat berada di suatu hubungan, pastikan bahwa semua pihak melakukan yang terbaik dan menjaga hubungan tersebut dengan penuh cinta kasih.
“Teenagers deserve relationships that nurture their growth, self-esteem, and happiness” – Lisa Konick
Bila champs sedang berada dalam hubungan toxic dan sedang merasa tidak bahagia, bahkan mengancam kesehatan mental serta fisik. Champs dapat menjangkau layanan konseling Focus on the Family Indonesia melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006. FOFI siap membantu champs dalam melalui proses tersebut.
Referensi:
Delony, J. (2024). 12 Signs You’re in a Toxic Relationship. Ramsey Solutions. https://www.ramseysolutions.com/relationships/toxic-relationship-signs#:~:text=A%20toxic%20relationship%20is%20one,re%20unsupported%2C%20manipulated%20or%20disrespected.
Dafiq, N., Camela, M. M., Akur, M. F., & Jeniati, E. (2023). TOXIC RELATIONSHIP PADA REMAJA:STUDI LITERATUR. https://stikessantupaulus.e-journal.id/JWK/article/view/163
Lamothe, C. (2024). Is your relationship toxic? Signs and how to cope. Healthline. https://www.healthline.com/health/toxic-relationship#signs
Universitas Gadjah Mada. (2023). Pakar UGM: Waspada Hubungan Toxic di Kalangan Remaja. https://ugm.ac.id/id/berita/20943-pakar-ugm-waspada-hubungan-toxic-di-kalangan-remaja/#:~:text=Anak%20usia%20remaja%20tidak%20jarang,maupun%20orang%20tua%20dan%20lingkungannya.&text=Karena%20itu%2C%20jelasnya%2C%20terdapat%20tujuh,diwaspadai%20dalam%20suatu%20pola%20hubungan