Di dalam semua hubungan tentu tidak asing dengan adanya konflik atau perselisihan, terutama bagi pasangan yang sedang menjalin hubungan asmara. Mempertemukan kedua pihak dengan berbagai perbedaan, bukan hal yang mudah untuk dilalui tanpa adanya kendala. Couples, konflik adalah hal yang wajar dan tidak harus menjadi sesuatu yang negatif dalam hubungan Anda.
Konflik dapat membuat pasangan belajar mengenai satu sama lain, membuka pikiran pasangan terhadap ide-ide baru, dan membantu untuk tumbuh bersama. Namun, hal ini dapat dicapai dalam bentuk pertengkaran yang konstruktif. Pertengkaran yang konstruktif artinya berfokus pada tujuan akhir, yaitu penyelesaian konflik secara damai dan memperkuat pernikahan. Hal ini juga berarti tidak menyerang pasangan atau menyakiti mereka dengan sengaja melalui hinaan, panggilan nama, ataupun ancaman. Saat berkonflik, couples dapat meminta waktu istirahat ketika emosi memuncak dan membicarakannya dalam waktu yang lebih kondusif.
Setiap pasangan mampu menyelesaikan konflik, namun tidak semua pasangan dapat menyelesaikannya dengan cara yang bijak. Perceraian dapat terjadi karena ketidakcakapan pasangan dalam menghadapi konflik dalam pernikahannya (Muhid et al., 2019). Bagi pasangan yang tidak puas dengan hubungan, mereka akan lebih cenderung mengkritik pasangannya yang dapat mengakibatkan meningkatnya ketegangan dalam hubungan. Kesalahpahaman yang terus meningkat dan ketegangan yang menumpuk dapat merusak hubungan yang erat. Pasangan lebih mungkin untuk bercerai ketika pasangan melaporkan ketegangan perkawinan yang lebih tinggi yaitu, perasaan tegang, kesal, jengkel (Birditt et al., 2017).
“How you approach conflict resolution in your relationship, however, may directly impact the health of your bond.” – Hope Gillette
Mengembangkan strategi penyelesaian konflik yang spesifik dapat membantu mengubah perselisihan dengan pasangan menjadi peluang untuk berkembang bersama. Couples dapat menggunakan empat langkah menangani konflik berikut (Grieger, 2015).
- Mengeliminasi gangguan dalam hubungan. Pertama, sangat penting untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi emosi yang akan menghalangi penyelesaian konflik, seperti rasa sakit hati, kemarahan, dan kebencian. Bila tidak, kedua belah pihak sulit untuk mendengarkan dengan sabar dan terbuka terhadap apa yang dikatakan pihak lainnya.
- Berkomitmen pada sikap saling menguntungkan. Setiap pihak harus berkomitmen untuk menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan bagi keduanya, juga sama-sama termotivasi dan terbuka untuk berubah.
- Mendengarkan dengan baik dan penuh perhatian. Solusi yang saling menguntungkan akan lebih mungkin terjadi jika couples secara aktif mendengarkan satu sama lain. Setiap individu tahu seperti apa yang mereka inginkan, namun mereka juga harus mendengarkan, menghindari kritik, dan penghakiman satu sama lain.
- Latihan untuk bertukar pikiran secara aktif. Couples dapat melanjutkan untuk mengidentifikasi resolusi yang dapat diterapkan dengan berbagi ide, harapan, kebutuhan, tujuan, dan kekhawatiran sampai menemukan solusi yang memuaskan keduanya.
”When you two get into a fight, remember. It’s you & her vs the problem, not you vs her”
Mengembangkan keterampilan resolusi konflik dapat membantu Anda dan pasangan, menghadapi ketidaksepakatan dengan kebaikan, pengertian, dan kasih sayang, bukan dengan kebencian dan sikap defensif.
Focus on the Family Indonesia mendukung para couples melalui layanan konseling pasangan dan program khusus bagi anda dan pasangan yaitu Journey to Us. Couples dapat menjangkau kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.
Referensi:
Birditt, K. S., Wan, W. H., Orbuch, T. L., & Antonucci, T. C. (2017). The development of marital tension: Implications for divorce among married couples. Developmental Psychology, 53(10), 1995–2006. https://doi.org/10.1037/dev0000379
Grieger, R. (2015). The Couples Therapy Companion: A Cognitive Behavior Workbook. https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-02723-0_13
Muhid, A., Nurmamita, P. E., & Hanim, L. M. (2019). Resolusi Konflik dan Kepuasan Pernikahan: Analisis Perbandingan Berdasarkan Aspek Demografi. Mediapsi, 5(1), 49–61. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.01.5
Rubenstein, J. L., & Feldman, S. S. (1993). Conflict-Resolution behavior in adolescent boys: antecedents and adaptational correlates. Journal of Research on Adolescence, 3(1), 41–66. https://doi.org/10.1207/s15327795jra0301_3