Family Indonesia

Uncategorized

Hidup Lebih Dari Sekadar Ada: Finding Beauty And Meaning In Life

Champs, setiap orang pasti pernah mempertanyakan tujuan keberadaan mereka di dunia ini. Pada titik tertentu dalam hidup, kita sering bertanya pada diri kita sendiri beberapa pertanyaan berikut.

“Why am I here? What is the meaning of life? What is my purpose? What do people mean when they say they have found meaning in their lives? What are they referring to?”

Jadi, apa yang dimaksud dengan “makna hidup”?

 

Meaning in Life

Dalam beberapa hal, makna hidup cukup sulit untuk didefinisikan karena merupakan pengalaman pribadi dari masing-masing individu. Definisi makna hidup yang dimiliki champs mungkin didasari oleh hal yang berbeda satu sama lain. Beberapa penelitian mendefinisikan makna hidup sebagai keyakinan bahwa hidup kita bermakna bagi orang lain dan diri kita sendiri, serta keyakinan bahwa kita diciptakan dengan tujuan yang spesifik dan berharga.

Makna hidup seseorang juga berkaitan dengan nilai-nilai yang dimilikinya. Nilai-nilai ini berkaitan dengan keyakinan terhadap hal-hal penting dalam hidup kita yang akan berperan sebagai prinsip-prinsip dari tindakan yang dilakukan. Memahami nilai-nilai yang dimiliki dapat membantu kita selaras dan memberikan makna terhadap dunia. 

Memiliki tujuan hidup merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Namun, bagi kebanyakan orang menemukan tujuan hidup bukanlah hal yang mudah. Kehidupan modern saat ini, membuat banyak orang jadi kesulitan menentukan dan memberikan perhatian pada tujuan hidup mereka yang sebenarnya. Seringkali, individu mengalami tekanan untuk memiliki kehidupan “sempurna” yang menjadi konsep standar hidup yang baik, meskipun hal tersebut bertentangan dengan nilai dan prinsip yang dimilikinya.

Saat ini, semakin banyak penelitian yang mengidentifikasi peran makna hidup dalam kehidupan manusia. Menurut Routledge dan FioRito (2021), individu yang menganggap hidup mereka penuh makna menjalani hidup yang lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia daripada mereka yang cenderung tidak memandang hidup mereka bermakna. Semakin seseorang merasa hidupnya bermakna, semakin mereka merasakan kesejahteraan psikologis yang positif secara keseluruhan (Steger & Frazier, 2005). Selain itu, kebermaknaan mengurangi risiko depresi (Disabato et al., 2016) dan bunuh diri (Edwards & Holden, 2001). Makna hidup juga secara positif berkaitan dengan kesehatan fisik dan umur panjang (Czekierda et al., 2017). 

“The purpose of life is not to be happy. It is to be useful, to be honorable, to be compassionate, to have it make some difference that you have lived and lived well.” Ralph Waldo Emerson


Mereka yang percaya bahwa hidup mereka memiliki makna cenderung lebih bahagia, memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, lebih bersemangat dalam bekerja, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih baik dan lebih tahan terhadap stres, serta hidup lebih lama secara keseluruhan (Steger, 2009). Ketika orang percaya bahwa hidup mereka berarti, mereka juga memiliki alasan untuk mengatur perilakunya dengan cara-cara yang membantu mereka tetap hidup dan berkembang.

Komponen Makna Hidup

Menurut Martela & Steger (2016), makna dalam hidup melibatkan tiga komponen utama, yaitu:

  1. Significance (Penting atau Berarti)
    Ketika kita memiliki pengalaman bagaimana kekuatan dan perilaku kita dapat berkontribusi, serta membuat suatu perubahan dalam hidup merupakan contoh dari signifikansi. Merasakan bahwa hidup kita penting bagi seseorang atau sesuatu adalah makna eksistensial/signifikansi. Perasaan penting ini bukan berasal dari penilaian yang berlebihan terhadap kebaikan kita, melainkan dari kebutuhan sederhana untuk “live a life you will remember” (Avicii, 2014).
  2. Purpose
    Mereka yang memiliki arah atau core goal akan memiliki tujuan dalam hidup mereka. Tujuan tersebut yang akan mendorong setiap tindakan yang dilakukan setiap hari, memberikan semangat ketika bangun di pagi hari, dan membuat kita terus maju bahkan saat menghadapi rasa lelah atau letih.
    “Those who have a ‘why’ to live can bear with almost any ‘how'”  – Nietzsche
  3. Coherence
    Koherensi yang mendalam menunjukkan pemahaman dan refleksi individu mengenai peristiwa-peristiwa yang memengaruhi kehidupannya. Setiap individu memiliki sifat adaptif untuk memotivasi diri mendeteksi pola atau hubungan yang dapat diandalkan di lingkungannya. Hal ini akan memberikan pengalaman dari ‘makna’, ketika individu dapat menemukan koherensi yang dapat dipercaya dalam hidupnya. Dengan kata lain, makna sebagai koherensi adalah suatu perasaan bahwa pengalaman atau kehidupan seseorang masuk akal.

Menemukan Makna Hidup

Menurut Victor E. Frankl makna hidup dapat ditemukan melalui:

  1. Purposeful work: Menemukan makna hidup melalui pekerjaan, kontribusi, atau pencapaian kita.
  2. Experiences and relationships: Menemukan makna melalui hubungan kita dengan orang lain, cinta, dan pengalaman hidup. Menjalani sesuatu secara penuh atau mencintai seseorang.
  3. Attitude towards suffering: Mengubah sikap kita ketika dihadapkan pada situasi atau keadaan yang tidak dapat kita ubah. Menghadapi penderitaan dengan keberanian dan kebijaksanaan.

Meskipun penderitaan adalah bagian yang tidak dapat dihindari dari kehidupan, Frankl mendorong kita untuk memanfaatkan kemampuan untuk memilih bagaimana kita merespons penderitaan yang ada. Frankl juga berpendapat bahwa, kita dapat (melalui penerimaan dan pencarian makna) mengembangkan sikap yang akan memungkinkan kita untuk bertahan dalam situasi kehidupan yang paling sulit.

“Everything can be taken from a man, but one thing: the last of the human freedoms- to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.” – Victor Frankl

Champs, semoga kita semua bisa menikmati proses di perjalanan pencarian makna hidup. Ingat, bahwa perjalanan ini unik bagi setiap individu dan proses menemukan makna tidak harus melalui proses yang kompleks, champs bisa menemukannya dalam hal yang paling sederhana dalam hidup masing-masing.

Bila champs menemukan kebingungan dan kesulitan dalam proses menemukan makna, Focus on the Family Indonesia siap membantu champs menyusuri pengalaman-pengalaman dan menemukan tujuan/makna hidup kembali. Champs dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @noapologiesindonesia atau melalui WhatsApp pada nomor +6282110104006.


Referensi:

Czekierda, K., Banik, A., Park, C. L., & Luszczynska, A. (2017). Meaning in life and physical health: systematic review and meta-analysis. Health Psychology Review, 11(4), 387–418. https://doi.org/10.1080/17437199.2017.1327325 

Disabato, D. J., Kashdan, T. B., Short, J. L., & Jarden, A. (2016). What Predicts Positive Life Events that Influence the Course of Depression? A Longitudinal Examination of Gratitude and Meaning in Life. Cognitive Therapy and Research, 41(3), 444–458. https://doi.org/10.1007/s10608-016-9785-x 

Edwards, M. J., & Holden, R. R. (2001). Coping, meaning in life, and suicidal manifestations: Examining gender differences. Journal of Clinical Psychology, 57(12), 1517–1534. https://doi.org/10.1002/jclp.1114 

Martela, F., & Steger, M. F. (2016). The three meanings of meaning in life: Distinguishing coherence, purpose, and significance. The Journal of Positive Psychology, 11(5), 531–545. https://doi.org/10.1080/17439760.2015.1137623

Steger, M. F. (2009). Meaning in life. In S. J. Lopez & C. R. Snyder (Eds.), Oxford handbook of positive psychology (2nd ed., pp. 679–687). Oxford University Press 

Steger, M. F., & Frazier, P. (2005). Meaning in life: one link in the chain from Religiousness to Well-Being. Journal of Counseling Psychology, 52(4), 574–582. https://doi.org/10.1037/0022-0167.52.4.574 

Routledge, C., & FioRito, T. A. (2021). Why meaning in life matters for societal flourishing. Frontiers in Psychology, 11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.601899

Uncategorized

Bangun Kebiasaan Sederhana Bersama Pasangan untuk Hubungan yang Bahagia

Couples, bila ditanya mengenai apa yang biasanya anda bersama pasangan lakukan untuk menikmati waktu luang. Jawaban seperti apa yang akan diberikan oleh couples?

Beberapa pasangan mungkin akan menjawab dengan makan bersama, menonton film atau serial favorit, pergi berwisata, dan bahkan berolahraga bersama, Kegiatan-kegiatan tersebut ternyata merupakan hal yang cukup sederhana, namun berarti dan menyenangkan saat dilakukan bersama-sama dengan orang terkasih.

Habituasi atau pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan (Gunawan, 2012), namun sengaja disini dimaksud bisa tanpa disadari si pelaku bahwa itu adalah sebuah tindakan yang sudah menjadi darah daging karena sudah sering dilakukan. Kebiasaan juga dapat diartikan sebagai hal yang sama yang dipelajari oleh seseorang dan dilakukan secara berulang-ulang (Arief et al., 2022). Habit merupakan proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Menurut Harahap (2020), habit terbentuk melalui enam tahapan yaitu berpikir, perekaman, pengulangan, penyimpanan, pengulangan, dan kebiasaan.

Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam suatu hubungan dapat menjadi fondasi yang menguatkan satu sama lain, kebiasaan sederhana yang positif juga dapat mengurangi tingkat stres dan ketegangan dalam hubungan. Mengingat datangnya masalah dan konflik dalam hubungan terkadang tidak bisa dihindari. Couples tentu memiliki caranya masing-masing dalam melalui dan mengatasi masalah yang ada bersama pasangan.

Ketika memiliki habits bersama, artinya couples menemukan aktivitas yang anda dan pasangan sukai untuk dilakukan bersama. Hal ini meski sederhana, namun merupakan unsur yang penting untuk membuat pasangan dapat menjalin kedekatan dan tetap bertahan untuk jangka waktu yang panjang.

Berikut, FOFI membagikan langkah sederhana melalui kebiasaan-kebiasaan yang bisa dilakukan bersama dengan pasangan. Namun, perlu diingat bahwa normal bagi setiap pasangan untuk tidak menyukai atau melakukan setiap hal di bawah ini. Masih banyak habits yang bisa couples eksplor dan temukan bersama, di luar dari yang tertulis di bawah.

  1. Respect Your Relationship
    Couples setiap hubungan memiliki keistimewaannya masing-masing, tidak ada hubungan yang berjalan sama seperti yang dijalani oleh orang lain. Penting untuk kita tidak membanding-bandingkan hubungan yang dimiliki dengan pasangan lainnya.
  2. Intimacy
    Bukan hanya diekspresikan melalui tindakan dan fisik. Namun, couples juga dapat melakukannya melalui komunikasi yang jujur, keterbukaan mengenai perhatian, perasaan, dan impian yang dimiliki oleh pasangan. Berbagi cerita dan obrolan dapat membantu pasangan menemukan sudut pandang baru dan jalan keluar ketika menemui suatu masalah.
  3. Apologizing and forgiving
    Memaafkan dan mengampuni termasuk dalam inti hubungan yang bahagia. Namun, perlu dipahami juga bahwa proses ini bergerak ke perbaikan perilaku yang lebih positif ke depannya untuk membangun hubungan yang lebih harmonis.
  4. Daily Essential Habits
    Kebiasaan sehari-hari bisa sesederhana dengan mengungkapkan perasaan-perasaan yang dimiliki kepada pasangan. Ucapan terima kasih, ungkapan kasih, apresiasi positif, dan sapaan sangat baik untuk dikomunikasikan kepada pasangan. Hal ini agar pasangan tahu bahwa dirinya tetap berarti dan dihargai.
  5. Jelajahi Hal-hal Baru Bersama
    Mencoba hal-hal baru bersama pasangan dapat berkontribusi dalam mengurangi rasa bosan hubungan karena kegiatan yang monoton. Couples dapat mempertimbangkan untuk keluar dari rutinitas dan mencoba kegiatan baru bersama, misalnya menjadi sukarelawan, pergi refleksi bersama, atau menjelajahi pemandangan di lingkungan yang baru. Hal-hal baru yang dilakukan dapat menghidupkan kembali kegembiraan dan kehidupan hubungan. 
  6. Meluangkan Waktu untuk Pasangan
    Hal ini mungkin akan sulit dilakukan ketika kondisi dalam kehidupan berubah, seperti  jadwal pekerjaan yang padat dan kesibukan akan aktivitas lain di luar keluarga bertambah. Namun, selalu usahakan untuk memprioritaskan dan meluangkan waktu untuk pasangan. Waktu khusus bersama pasangan tidak mesti pergi ke tempat mahal atau mewah, lakukan hal sederhana yang couples berdua nikmati. Memasak bersama lalu menikmati hidangan yang ada, movie night, rekreasi di taman, olahraga bersama, atau bahkan sekadar merawat kebun di rumah. Kegiatan-kegiatan santai tersebut dapat menghadirkan perasaan nyaman di hati pasangan anda.

 

Baca juga: Mindset Yang Perlu Ditanam Bersama Pasangan Demi Menjaga Hubungan Sehat
https://focusonthefamily.id/mindset-yang-perlu-ditanam-bersama-pasangan-demi-menjaga-hubungan-sehat/

Bahkan bila ternyata perjalanan bersama pasangan menemui banyak pasang surut, jangan lupa untuk dapat selalu menemukan momen-momen sederhana yang bermakna di tengah kompleksitas yang terjadi. Nyatanya, tidak diperlukan hal besar untuk menciptakan bahagia dengan pasangan anda, nikmati dan jalani hal sederhana yang mengingatkan anda terhadap pasangan, begitupun sebaliknya. 

“Good relationships don’t just happen. They take time, patience, and two people who truly want to be together”

Jatuh cinta adalah mudah, namun membangun cinta setiap hari tidaklah mudah karena membutuhkan usaha dan komitmen untuk terus memupuk dan menjaganya. Kami menyediakan beragam seminar bagi pasangan suami istri yang sesuai dengan kebutuhan Anda, juga program “Journey to Us” untuk menjaga dan meningkatkan hubungan Anda dengan orang terkasih. Couples dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi:

Arief, M. M., Hermina, D., & Huda, N. (2022). TEORI HABIT PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN ISLAM. e-journal.metrouniv.ac.id. https://doi.org/10.32332/riayah.v7i1.4849\

Chan, S. F. (2024, June 27). What to do when your marriage feels boring – Focus on the Family Singapore. Focus on the Family Singapore – Helping Families Thrive. https://family.org.sg/resource/what-to-do-when-your-marriage-feels-boring/ 

Gunawan, H. (2012). Pendidikan karakter: konsep dan implementasi.

Harahap, S. R. (2020). Konseling: kebiasaan belajar siswa dimasa pandemi Covid-19. AL-IRSYAD, 10(1). https://doi.org/10.30829/al-irsyad.v10i1.7639 

Rusnak, J. (2024, September 13). Unhappy Marriage? Fix It with These Simple Habits for Marital Happiness. Focus on the Family. https://www.focusonthefamily.com/marriage/crisis-management-marriage/unhappy-marriage-fix-it-with-these-simple-habits-for-marital-happiness/

Uncategorized

Kekuatan dari Menerima dan Mencintai Tubuh Kita (Body Positivity)

Champs, pernahkah merasa tidak nyaman di tengah ramainya standar kecantikan dan ekspektasi sosial yang seringkali membebani kehidupan kita saat ini? Hal ini terjadi terutama karena banyaknya postingan di media sosial yang tidak lepas dari ekspektasi tersebut. Fenomena ini seringkali dapat memengaruhi cara pandang seseorang mengenai bentuk tubuh yang ideal, termasuk para remaja yang tidak lepas dari standar kecantikan di masyarakat.

Seorang wanita, seringnya dianggap ideal jika memiliki tubuh ramping, tinggi, dan kulit yang cerah. Sebaliknya, seorang pria biasanya dianggap menarik jika dia memiliki tubuh berotot, gagah, dan tinggi. Padahal, setiap kita terlahir dengan bentuk tubuh yang berbeda dan menjadi keunikan kita masing-masing. Champs, penting untuk mengingat bahwa setiap tubuh memiliki keunikan dan nilai tersendiri yang tidak harus sama dengan semua orang. Maka dari itu, gerakan-gerakan yang menyuarakan statement “mencintai tubuh apa adanya” sedang banyak diperjuangkan melalui kampanye body positivity.

Baca juga: Apakah aku mencoba fitting in ke dalam grup pertemananku?
https://focusonthefamily.id/apakah-aku-mencoba-fitting-in-ke-dalam-grup-pertemananku/

Body positivity sendiri bertujuan untuk melawan gagasan penampilan yang dominan, memupuk penerimaan dan penghormatan terhadap semua orang terlepas dari bentuk, ukuran, dan penampilan mereka. Juga, memfokuskan diri pada penghargaan terhadap fungsi dan kesehatan tubuh daripada hanya berfokus dengan penampilan saja (Sastre, 2014). Body positivity tidak hanya membahas tentang mencintai diri sendiri, tetapi juga tentang merayakan keberagaman tubuh dan menolak norma-norma yang tidak realistis. Melalui body positivity, dapat membantu kita membangun rasa percaya diri dan kesehatan mental yang lebih baik.

Body positivity berupaya membantu seseorang mengembangkan citra tubuh yang sehat. Citra tubuh merupakan persepsi subjektif tentang tubuh diri sendiri yang mungkin berbeda dengan penampilan tubuh mereka yang sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan munculnya perasaan, pikiran, dan perilaku yang berdampak pada kesehatan mental dan cara mereka memperlakukan diri sendiri. Citra tubuh juga berperan dalam bagaimana orang merasa tentang penampilan mereka dan bagaimana mereka menilai nilai diri mereka. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa memiliki citra tubuh yang positif dikaitkan dengan penurunan risiko depresi, harga diri yang lebih tinggi, dan lebih sedikit perilaku diet (Gillen, 2015).

“The most beautiful thing you can wear is confidence” – Blake Lively

 

Champs, meningkatkan body positivity dapat dilakukan dengan menumbuhkan penerimaan dan kecintaan terhadap tubuh kita sendiri, disertai dengan upaya untuk menjaga dan merawat diri.

  1. Bersikap realistis, yaitu kita tidak memiliki keharusan untuk mengikuti citra tubuh “ideal” yang diusung oleh masyarakat karena kita semua berharga dan bernilai meski berbeda-beda.
  2. Menerapkan body neutrality, tidak masalah untuk mengakui bahwa kita tidak selalu menyukai segala sesuatu tentang tubuh kita. Ada saat-saat ketika kita merasa lemah, tidak menyukai bagian tertentu dari diri, dan membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita dapat terus mencoba menemukan cara baru untuk menghindari pola pikir negatif yang berkontribusi pada citra tubuh yang buruk.
  3. Mencoba self-care yang berfokus pada kesehatan tubuh, perawatan diri yang berfokus untuk melakukan hal-hal yang membuat kita merasa nyaman dengan tubuh yang dimiliki sekarang. Makan makanan sehat untuk menambah energi pada pikiran dan tubuh. Olahraga karena dapat membantu kita sehat, kuat dan berenergi, bukan karena kita mencoba mengubah atau mengontrol bentuk tubuh agar sesuai dengan standar masyarakat.
  4. Membersihkan media sosial, membersihkan akun-akun yang membuat kita merasa tidak nyaman dengan diri sendiri dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Champs dapat mengikuti akun-akun yang secara positif membahas tubuh, mencakup keberagaman jenis, bentuk, warna, dan kemampuan tubuh.

Namun, juga perlu diperhatikan oleh kita semua untuk tidak menyalahgunakan istilah body positivity sebagai ajakan untuk abai dalam merawat diri, terlebih dalam menjaga kesehatan tubuh. Perlu dipahami bahwa body positivity bertujuan untuk membantu individu dengan kondisi tertentu merasa lebih nyaman, percaya diri, dan aman dengan dirinya sendiri. Body positivity mendukung kita untuk menerapkan kebiasaan baik dan kesehatan tubuh. Kesehatan adalah konsep yang kompleks, bukan hanya mengenai berat atau ukuran tubuh. Body positivity sejalan dengan kesejahteraan holistik, termasuk kesehatan mental, emosional, dan fisik.

Champs, mari kita bersama-sama mengimplementasikan rasa penerimaan dan cinta, serta menekankan bahwa semua tubuh berhak dihormati terlepas dari bagaimana penampilan kita. Saat kita peduli dan mencintai sesuatu terlebih tubuh kita sendiri, kita akan selalu berusaha untuk menjaga dan merawatnya.

“You deserve to be loved without having to hide any part of yourself”

 

Apabila champs mengalami kebingungan dan kesulitan, Focus on the Family Indonesia siap membantu champs berproses dalam menumbuhkan penerimaan dan kecintaan diri melalui program konseling, kita bisa berdiskusi dengan tenaga profesional. Champs dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @noapologiesindonesia atau melalui WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi: 

Clinic, C. (2024, June 27). What’s the difference between body positivity and body neutrality? Cleveland Clinic. https://health.clevelandclinic.org/body-positivity-vs-body-neutrality

Cherry, K. (2024, May 13). What is body positivity? Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/what-is-body-positivity-4773402#citation-15 

Gillen, M. M. (2015). Associations between positive body image and indicators of men’s and women’s mental and physical health. Body Image, 13, 67–74. https://doi.org/10.1016/j.bodyim.2015.01.002 

Sastre, A. (2014). Towards a radical body positive. Feminist Media Studies, 14(6), 929–943. https://doi.org/10.1080/14680777.2014.883420

 

Uncategorized

Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan: Kunci untuk Hubungan yang Lebih Bahagia

Di dalam semua hubungan tentu tidak asing dengan adanya konflik atau perselisihan, terutama bagi pasangan yang sedang menjalin hubungan asmara. Mempertemukan kedua pihak dengan berbagai perbedaan, bukan hal yang mudah untuk dilalui tanpa adanya kendala. Couples, konflik adalah hal yang wajar dan tidak harus menjadi sesuatu yang negatif dalam hubungan Anda.

Konflik dapat membuat pasangan belajar mengenai satu sama lain, membuka pikiran pasangan  terhadap ide-ide baru, dan membantu untuk tumbuh bersama. Namun, hal ini dapat dicapai dalam bentuk pertengkaran yang konstruktif. Pertengkaran yang konstruktif artinya berfokus pada tujuan akhir, yaitu penyelesaian konflik secara damai dan memperkuat pernikahan. Hal ini juga berarti tidak menyerang pasangan atau menyakiti mereka dengan sengaja melalui hinaan, panggilan nama, ataupun ancaman. Saat berkonflik, couples dapat meminta waktu istirahat ketika emosi memuncak dan membicarakannya dalam waktu yang lebih kondusif.

Setiap pasangan mampu menyelesaikan konflik, namun tidak semua pasangan dapat menyelesaikannya dengan cara yang bijak. Perceraian dapat terjadi karena ketidakcakapan pasangan dalam menghadapi konflik dalam pernikahannya (Muhid et al., 2019). Bagi pasangan yang tidak puas dengan hubungan, mereka akan lebih cenderung mengkritik pasangannya yang dapat mengakibatkan meningkatnya ketegangan dalam hubungan. Kesalahpahaman yang terus meningkat dan ketegangan yang menumpuk dapat merusak hubungan yang erat. Pasangan lebih mungkin untuk bercerai ketika pasangan melaporkan ketegangan perkawinan yang lebih tinggi yaitu, perasaan tegang, kesal, jengkel (Birditt et al., 2017).

“How you approach conflict resolution in your relationship, however, may directly impact the health of your bond.” – Hope Gillette

 

Mengembangkan strategi penyelesaian konflik yang spesifik dapat membantu mengubah perselisihan dengan pasangan menjadi peluang untuk berkembang bersama. Couples dapat menggunakan empat langkah menangani konflik berikut (Grieger, 2015).

  1. Mengeliminasi gangguan dalam hubungan. Pertama, sangat penting untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi emosi yang akan menghalangi penyelesaian konflik, seperti rasa sakit hati, kemarahan, dan kebencian. Bila tidak, kedua belah pihak sulit untuk mendengarkan dengan sabar dan terbuka terhadap apa yang dikatakan pihak lainnya.
  2. Berkomitmen pada sikap saling menguntungkan. Setiap pihak harus berkomitmen untuk menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan bagi keduanya, juga sama-sama termotivasi dan terbuka untuk berubah.
  3. Mendengarkan dengan baik dan penuh perhatian. Solusi yang saling menguntungkan akan lebih mungkin terjadi jika couples secara aktif mendengarkan satu sama lain. Setiap individu tahu seperti apa yang mereka inginkan, namun mereka juga harus mendengarkan, menghindari kritik, dan penghakiman satu sama lain.
  4. Latihan untuk bertukar pikiran secara aktif. Couples dapat melanjutkan untuk mengidentifikasi resolusi yang dapat diterapkan dengan berbagi ide, harapan, kebutuhan, tujuan, dan kekhawatiran sampai menemukan solusi yang memuaskan keduanya.

”When you two get into a fight, remember. It’s you & her vs the problem, not you vs her”

 

Mengembangkan keterampilan resolusi konflik dapat membantu Anda dan pasangan, menghadapi ketidaksepakatan dengan kebaikan, pengertian, dan kasih sayang, bukan dengan kebencian dan sikap defensif.

Focus on the Family Indonesia mendukung para couples melalui layanan konseling pasangan dan program khusus bagi anda dan pasangan yaitu Journey to Us. Couples dapat menjangkau kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi:

Birditt, K. S., Wan, W. H., Orbuch, T. L., & Antonucci, T. C. (2017). The development of marital tension: Implications for divorce among married couples. Developmental Psychology, 53(10), 1995–2006. https://doi.org/10.1037/dev0000379

Grieger, R. (2015). The Couples Therapy Companion: A Cognitive Behavior Workbook. https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-02723-0_13

Muhid, A., Nurmamita, P. E., & Hanim, L. M. (2019). Resolusi Konflik dan Kepuasan Pernikahan: Analisis Perbandingan Berdasarkan Aspek Demografi. Mediapsi, 5(1), 49–61. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.01.5

Rubenstein, J. L., & Feldman, S. S. (1993). Conflict-Resolution behavior in adolescent boys: antecedents and adaptational correlates. Journal of Research on Adolescence, 3(1), 41–66. https://doi.org/10.1207/s15327795jra0301_3

 

Uncategorized

Mengapa Anak Perlu Pendampingan saat Menggunakan Toilet Umum?

Parents, belum lama ini terdapat suatu unggahan di media sosial terkait himbauan untuk tidak membiarkan anak pergi ke toilet umum sendirian. Dalam unggahan, terdapat pesan yang bertuliskan, “Mau semandiri apapun anakmu, jangan biarkan dia pergi ke toilet umum sendirian! Jangan.” 

Isi unggahan tersebut secara cepat meluas dan menjadi sarana publik untuk saling berbagi kekhawatiran, serta pengalaman yang pernah dialami oleh anak saat ke toilet umum sendiri. Hal ini tentu saja membuat para orang tua merasa cemas terkait keselamatan anak-anak mereka ketika pergi ke toilet umum sendirian.

Mengapa perlu untuk menemani anak ketika menggunakan toilet umum?
Alasan utamanya adalah untuk menjaga keamanan anak dari hal-hal yang tidak diinginkan. Parents, mungkin memiliki anggapan untuk menumbuhkan kemandirian pada anak, ketika mereka mampu untuk pergi ke toilet umum sendirian. Meski demikian, bukan berarti parents bisa melepas anak begitu saja untuk ke toilet umum seorang diri. Hal ini terjadi bukan karena orang tua yang bersikap over protective atau mengesampingkan kemandirian anak. Namun, ini terkait dengan memastikan keamanan anak dan melindungi mereka dari bahaya.

“Still, as their parents, we have to balance our children’s autonomy with our need to protect them from the real dangers in the world.” – Veronica Wells

Banyak kasus yang telah terjadi, menunjukkan bahwa tempat seperti toilet umum dapat menjadi tempat yang rawan bagi predator seksual untuk melakukan aksi mereka. Pelaku kejahatan seksual, terutama pedofil sering memanfaatkan toilet umum sebagai tempat untuk mendekati anak-anak. Hal ini karena kondisi toilet umum yang sepi dan minim pengawasan (kamera cctv), sehingga mudah bagi seseorang memanfaatkan momen ini untuk melecehkan atau memberikan tindak kekerasan pada anak. Bukan hanya terkait dengan kekerasan seksual, anak juga dapat menemui situasi bahaya lainnya seperti kehilangan jejak karena tidak ada pengawasan dari orang tua. Maka, parents dan juga masyarakat sekitar perlu memperingatkan pentingnya pengawasan ekstra kepada anak saat menggunakan fasilitas umum.

Langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi anak ketika pergi ke toilet umum.
Parents, disarankan agar anak-anak di bawah 6 tahun tidak pergi ke toilet umum tanpa pendamping. Terlepas dari keadaan yang terjadi mereka harus selalu ditemani dan untuk anak yang lebih besar, orang tua dapat mengawasi mereka dari pintu keluar. Hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh orang tua, seperti berikut ini.

  1. Mengajarkan kepada anak untuk selalu memberitahu dan meminta izin sebelum pergi ke toilet umum.
  2. Membawa anak ke toilet umum sesuai gender memang hal yang wajib dilakukan. Meski demikian, dalam beberapa situasi anak bisa dibawa ke toilet umum sesuai gender dari sang Ibu hingga usia empat tahun atau disesuaikan dengan kenyamanan sang anak. Setelah usianya lebih besar, anak bisa memilih menggunakan toilet sesuai gender mereka. Namun, tetap dengan pendampingan dari orang dewasa untuk menemaninya maksimal dengan jarak dengar atau pandang yang tepat.
  3. Parents dapat membantu anak untuk memilih urinoir atau bilik yang paling dekat dengan pintu keluar. Sehingga bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, anak dapat lebih mudah untuk keluar dari ruangan.
  4. Orang tua bisa mengajari anak untuk menolak interaksi dalam bentuk apapun dengan orang asing saat di tempat umum, termasuk toilet. Memberikan edukasi kepada anak bila terjadi sesuatu atau mereka dihadapkan pada situasi yang berbahaya. Orang tua dapat mengajari anak untuk melakukan self defense, seperti menginjak kaki pelaku, mendorong pelaku, berteriak meminta tolong, dan sesegera mungkin lari keluar.
  5. Parents dapat membahas terkait good touch bad touch, area tubuh yang boleh disentuh dan tidak. Area tubuh “tidak boleh disentuh/bagian pribadi” adalah bagian yang tertutupi saat anak mengenakan baju atasan dan celana.

Baca juga: Bimbing Anak untuk Mengenal Sentuhan yang Aman (Good Touch Bad Touch)

Pencegahan terhadap hal yang tidak menyenangkan, terutama tindakan pelecehan seksual pada anak di ruang publik merupakan tanggung jawab bersama. Bukan hanya peran orang tua untuk memastikan keamanan anaknya, tetapi peran masyarakat dan pemerintah juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Masyarakat dapat saling menjaga dan mengawasi anak-anak di lingkungan sekitar. Pun, ketika melihat percobaan pelecehan seksual pada anak di lingkungan sekitar, masyarakat dapat membantu dan melaporkan kepada pihak berwajib atau lembaga perlindungan anak. Kita juga dapat menyuarakan aspirasi untuk mendukung dan memperbanyak fasilitas umum yang ramah anak, seperti family restroom.

“Pencegahan pelecehan seksual adalah upaya jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.”

Parents, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, sangat penting untuk tetap mendampingi anak saat menggunakan toilet umum, setidaknya sampai mereka cukup dewasa untuk mengatasi situasi terkait keamanan diri dengan baik. Ini adalah langkah penting untuk melindungi mereka dan memastikan bahwa mereka merasa aman dan nyaman di lingkungan publik.

Focus on the Family Indonesia mendukung para parent, menciptakan lingkungan yang aman untuk anak bertumbuh. FOFI menyediakan program konseling untuk parents agar bisa berdiskusi dengan tenaga profesional. FOFI juga menyediakan berbagai program dan seputar parenting, seperti Parental Guidance dan Parenting Seminar. Parents dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

Uncategorized

Tips Tetap Otentik untuk Remaja dalam Menghadapi Perbandingan Sosial di Media

Champs, di dunia yang serba online seperti sekarang ini, media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita semua. Platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok sangat populer digunakan oleh kita, para remaja. Media sosial tidak hanya digunakan untuk tetap terhubung dengan teman, tetapi juga untuk berbagi momen kehidupan melalui fitur-fitur canggih yang disediakan. Champs, pernahkah melihat seseorang di media sosial dengan segala prestasi dan pencapaiannya, lalu membandingkan diri dengan orang tersebut. Tidak selesai sampai disana, kadang kala juga hadir perasaan rendah diri, tidak nyaman, dan merasa diri sendiri kurang baik, hal ini bisa dikaitkan dengan munculnya social comparison melalui media sosial.

Media sosial tidak diragukan lagi menawarkan banyak keuntungan bagi kita dengan menyediakan akses dan koneksi ke orang-orang, layanan, informasi, dan kesempatan yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Berdasarkan data dari Databoks (2024), total pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2024, yaitu 191 juta pengguna (73,7% dari populasi). Sementara dari segi umur sendiri, pengguna media sosial didominasi oleh usia 18-34 tahun (54,1%). Hal ini mendorong munculnya isu kesehatan mental remaja mengenai hubungan antara penggunaan media sosial yang lebih besar dengan skor depresi dan kecemasan yang lebih tinggi, waktu tidur tidak cukup, rendahnya rasa percaya diri, dan masalah citra tubuh (Kelly et al., 2018). Social comparison dapat menjadi sarana yang menjembatani hubungan antara penggunaan media sosial dan efek psikologis yang negatif bagi pengguna, termasuk di dalamnya para remaja.

Baca juga: Bagaimana Media Berinteraksi Dengan Perkembangan Interpersonal Anak? https://focusonthefamily.id/bagaimana-media-berinteraksi-dengan-perkembangan-interpersonal-anak/

Social comparison yaitu individu menilai harga diri mereka dengan membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain. Kecenderungan untuk menggunakan orang lain sebagai sumber informasi untuk menentukan seberapa baik kita dibandingkan dengan orang lain (ability comparison) atau bagaimana kita harus berperilaku, berpikir, dan merasa (opinion comparison) (Festinger, 1954). Ada dua jenis perbandingan sosial yang dapat dikelompokkan sebagai berikut.

  • Upward social comparison, yaitu ketika seseorang membandingkan kemampuan, pendapat atau sifatnya dengan orang lain yang dinilai lebih baik dari dirinya. Hal ini sering kali bisa membuat perasaan insecure atau sebaliknya, yaitu termotivasi untuk menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri.
  • Downward social comparison, yaitu seseorang membandingkan kehidupan mereka dengan seseorang yang kurang terampil atau yang dinilai tidak sebaik dirinya. Perbandingan ini bisa meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang, namun bisa juga membuat kita jadi memandang rendah orang lain.

Champs, baik disadari maupun tidak media sosial mendorong meningkatnya social comparison karena banyak pengguna yang disuguhi gambar dan konten yang dibagikan oleh sesama pengguna untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan. Ketika membuka laman sosial media kita, banyak postingan gambar yang di-photoshop atau influencer yang dibayar untuk tampil dengan cara tertentu. Pengguna media sosial juga cenderung mempercayai bahwa orang lain yang mereka lihat di media sosial, lebih bahagia dan menjalani kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan diri sendiri. Padahal unggahan-unggahan di media sosial seringkali hanya menampilkan bagian terbaik dari kehidupan seseorang, maka unggahan tersebut merepresentasikan ekspektasi yang tidak realistis. Inilah sebabnya mengapa perbandingan sosial jauh lebih kuat di media sosial dan juga menyebabkan konsekuensi yang tidak sehat.

Beberapa tips yang bisa champs lakukan untuk meminimalisir social comparison ketika menggunakan media sosial, serta tips untuk meningkatkan self-worth diri:

  1. Ingatlah bahwa orang memilih bagaimana mereka ingin menampilkan diri mereka. Banyak unggahan dirancang hanya untuk menarik perhatian yang bukan merupakan realitanya. 
  2. Mengubah atau “membersihkan” feed media sosial. Mengubah feed media sosial dapat membantu agar lebih positif secara pikiran dan citra diri seseorang. Proses ini dapat mencakup berhenti mengikuti orang-orang yang cenderung membuat kita membandingkan diri dengan mereka. Champs juga dapat mencoba mengikuti lebih banyak orang yang lebih otentik dalam menceritakan pengalaman negatif dan positif mereka, serta postingan yang menginspirasi diri.
  3. Menonaktifkan media sosial jika diperlukan. Saat suasana hati kita sedang tidak baik atau sedang menghadapi tantangan yang berat, kita bisa memilih untuk menghindari media sosial. Memilih untuk istirahat sejenak dan fokus pada diri champs sendiri. Champs juga dapat membuat batasan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk menggunakan media sosial setiap harinya.
  4. Melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan self-esteem. Membangun self-esteem dapat membantu mengurangi perbandingan dengan orang lain dan berfungsi sebagai cara untuk mendukung kesehatan fisik dan mental kita. Kegiatan ini mencakup mengidentifikasi kekuatan diri, melakukan self talk yang positif, dan terlibat dalam kegiatan/hobi yang menyenangkan yang membuat champs merasa nyaman dan bertumbuh dalam diri kita sendiri.
  5. Fokus pada kekuatan diri. Kita dapat menjadi rendah hati dan mulai mengenali kekuatan, bakat, dan pencapaian diri kita sendiri. Champs bisa memulai dengan menuliskan tiga hal yang benar-benar disukai dari diri kita sendiri dan juga hal-hal yang dapat diidentifikasi sebagai kekuatan diri serta mengembangkannya.
  6. Belajarlah untuk bersaing dengan diri sendiri, bukan dengan orang lain. Alih-alih berfokus pada membandingkan diri dengan orang lain, kita dapat mulai berfokus pada tujuan. Serta, jauh lebih baik untuk membandingkan diri kita saat ini dengan diri kita yang kemarin, bukan dengan kehidupan orang lain.
  7. Berlatih untuk bersyukur. Champs bisa mulai fokus pada apa yang dimiliki dalam hidup ini dibandingkan dengan apa yang tidak dimiliki. Hal ini bisa jadi kecil, tapi mengakui dan mengapresiasi apa yang telah kita miliki bisa sangat membantu dalam mengurangi perbandingan dengan orang lain.

Champs, percayalah bahwa setiap orang memiliki perjalanannya sendiri. Baik dalam dunia maya maupun dalam dunia realita, kita tidak perlu merasa khawatir bila kita tidak seperti orang lain yang dilihat. Beberapa orang mungkin memiliki perjalanan yang lebih cepat dan lancar, sementara yang lain membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengeksplorasi dan berjuang sebelum mencapai tujuan mereka. Nyatanya setiap orang memiliki kehidupan, perjalanan, dan tantangannya masing-masing.

Focus on the Family Indonesia mendukung para remaja untuk menyikapi perkembangan dunia digital dengan batasan yang sehat melalui program “No Apologies” juga program mentoring & konseling untuk champs bisa berdiskusi dengan tenaga profesional untuk perkembangan diri. Champs dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

“Self respect, self worth, and self love, all start with self. Stop looking outside of yourself for your value” – Rob Liano

 

Referensi:

Chien, G. (2022, January 6). Social Comparisons in Social Media: Why are Others Doing so Well? Medium. https://cppastudents.medium.com/social-comparisons-in-social-media-positive-psychology-concept-series-694796b751c

Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human Relations, 7(2), 117–140. https://doi.org/10.1177/001872675400700202

Kelly, Y., Zilanawala, A., Booker, C., & Sacker, A. (2018). Social media use and adolescent Mental health: Findings from the UK Millennium Cohort Study. EClinicalMedicine, 6, 59–68. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2018.12.005

The Jed Foundation. (2023, May 11). Understanding social comparison on social media | JED. https://jedfoundation.org/resource/understanding-social-comparison-on-social-media/

 

Uncategorized

Pola Komunikasi Pasangan: Seni Mendengarkan

Dalam suatu hubungan bersama pasangan, tentu memiliki pola komunikasi yang berbeda dengan pasangan lainnya. Hal ini termasuk topik yang dibahas, durasi, gaya, dan kualitas komunikasi yang terbentuk. 

Couples mungkin menemukan kesulitan untuk dapat membangun komunikasi ideal di tengah kehidupan pernikahan yang senantiasa mengalami perubahan seiring dengan kematangan masing-masing pasangan. Perjalanan hubungan yang disertai persoalan, kebutuhan, keinginan, harapan, dan masalah-masalah baru. Meski begitu, komunikasi merupakan indikator penting dari menjaga kualitas dan stabilitas hubungan, terutama pernikahan. 

Di bulan dan tahun pertama Couples mungkin akan merasa antusias dengan komunikasi bersama dengan pasangan. Namun, setelah lima, sepuluh tahun bersama, akan ada fase dimana komunikasi yang dibangun menjadi berkurang dan tidak bermakna lagi. Komunikasi bukan sekadar percakapan santai yang dilakukan untuk bertegur sapa atau menanyakan kesibukan satu sama lain. Kita cenderung melupakan pentingnya berbicara, berbagi, dan komunikasi verbal secara umum dengan pasangan karena kesibukan dan rutinitas yang melelahkan. Meskipun semua hubungan memiliki pasang surutnya sendiri, dapat berbicara dengan pasangan berarti kita dapat berbagi kekhawatiran, menunjukkan dukungan satu sama lain, dan bekerja sama untuk menangani konflik dengan lebih efektif. Segalanya ini penting untuk dikomunikasikan bersama pasangan agar tetap harmonis dan intens.

“Talking about everything means sharing details from your day, expressing your thoughts, talking about something that bothers you, or something that brings you joy. Everything.” – Callisto Adams

 

Komunikasi yang dapat dilakukan adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito, 2011). Komunikasi interpersonal dalam pernikahan dapat dikatakan sukses jika masing-masing pasangan mendapatkan banyak informasi tentang pasangannya selama berkomunikasi, misalnya mengetahui keinginan pasangan, perasaaan, maupun hal-hal yang sedang dipikirkan oleh pasangan secara positif. Komunikasi interpersonal dapat dikatakan gagal jika informasi yang didapatkan pasangan selama berkomunikasi tidak berkembang atau dangkal. Namun, perlu dipahami pula bahwa komunikasi dalam pernikahan tidak terjadi begitu saja, namun perlu dipupuk dan dijaga agar hubungan bersama pasangan semakin baik.

Menurut Gunarsa, keberhasilan komunikasi interpersonal bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut (Marheni, 2019). 

  • Kepercayaan, rasa percaya dan dipercaya dapat membuat individu merasa nyaman untuk menampilkan diri yang sesungguhnya di depan pasangan. Semakin besar rasa percaya tersebut, semakin mudah seseorang untuk terbuka dengan pasangannya.
  • Perilaku suportif, pasangan mampu menyampaikan pikiran dan perasaan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi pasangannya. Pasangan yang suportif dapat bersama-sama mencari solusi bila ada permasalahan dalam hubungan. Perilaku suportif juga dapat dilihat melalui spontanitas pasangan dalam bersikap tanpa ada niat tertentu, yaitu ikut bahagia bila pasangannya berhasil ataupun sebaliknya. 
  • Empati, seseorang dapat memahami dan peka terhadap  apa yang sedang dialami oleh pasangannya.
  • Persamaan, pasangan tidak meributkan atau mempermasalahkan perbedaan yang dimiliki masing-masing. Namun, couples dapat lebih berfokus pada sikap saling menghormati dan menghargai pendapat, sikap, perilaku, dan keyakinan yang berbeda dengan membuat sebuah kesepakatan yang saling melengkapi.

Komunikasi yang terjalin dalam hubungan juga dilengkapi dengan keberanian couples untuk mengekspresikan ketakutan dan masa-masa sulit satu sama lain. Saat menghadapi suatu masalah, beberapa orang memilih berpaling menutup diri dari pasangan dan melampiaskan gejolak emosi tanpa ada penjelasan. Mulai saat ini, kita dapat memilih untuk mengomunikasikan kesulitan tersebut bersama pasangan. Cinta dalam hubungan akan meningkat bila couples dapat belajar untuk mengekspresikan kebutuhan emosional dengan pasangan agar mereka juga dapat memahami dan mendukung di masa sulit tersebut.

Couples, komunikasi bukan hanya tentang berbicara, melainkan juga seni mendengarkan yang sama pentingnya dalam membangun hubungan. Mendengarkan adalah salah satu keterampilan komunikasi yang paling penting. Ketika kita mendengarkan pasangan kita, hal ini menunjukkan bahwa kita peduli dengan mereka. Ketika mendengarkan, kita juga mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perspektif pasangan. Menciptakan ruang yang nyaman dan aman bagi pasangan untuk berbicara dengan memberikan perhatian penuh ketika pasangan berbicara, mendengarkan untuk memahami, dan memvalidasi pikiran juga perasaan pasangannya. Seseorang yang merasa suara dan perasaannya didengarkan akan merasakan bentuk cinta dari pasangannya. Maka, setiap dari kita harus dapat berkomitmen untuk bersedia mendengarkan dan berbagi perasaan secara terbuka, begitupun sebaliknya.

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan apa pun. Tidak ada kata terlambat untuk membangun dan meningkatkan fondasi hubungan bersama pasangan. Meningkatkan dan memperbaiki komunikasi dalam hubungan akan selalu menghasilkan penguatan bagi hubungan bersama pasangan. Couples, jangan lupa untuk menggunakan komunikasi yang baik untuk mengomunikasikan penghargaan, cinta, dan rasa hormat satu sama lain.

A long-lasting and fulfilling relationship is built on a solid foundation of communication.” – Maddie Hundley

 

Focus on the Family Indonesia mendukung para couples melalui layanan konseling pasangan dan program Journey to Us. Kami berkomitmen untuk membantu couples memelihara hubungan pernikahan yang harmonis bersama pasangan Anda, dalam mengelola emosi, mengatasi konflik, dan membangun komunikasi yang efektif dengan pasangan. Couples dapat menjangkau kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi:

Devito, J. A. (2011). Komunikasi antar manusia edisi kelima. Jakarta: Karisma Publishing Group.  

Marheni, A. I. (2019). Komunikasi interpersonal dalam pernikahan. Marheni | Solution : Journal of Counseling and Personal Development. https://e-journal.usd.ac.id/index.php/solution/article/view/2261

Tan, S. (2023, September 4). What happens when we truly listen to our spouse. Focus on the Family Singapore – Helping Families Thrive. https://family.org.sg/articles/what-happens-when-we-truly-listen-to-our-spouse/

 

Uncategorized

Bimbing Anak untuk Mengenal Sentuhan yang Aman (Good Touch Bad Touch)

Parents, apakah pernah mendengar istilah “Good touch bad touch ”? 

Mengapa hal seputar sentuhan sangat penting untuk diketahui oleh anak dalam berinteraksi dengan orang lain?

Sentuhan seperti yang parents ketahui merupakan anugerah dari bagian panca indera manusia dan kekuatan untuk manusia dapat memahami serta merasakan hal di dunia. Sentuhan adalah salah satu elemen yang sangat penting di dalam perkembangan manusia dan menjadi metode komunikasi yang vital.

Namun, di dunia saat sentuhan terkadang tidak selamanya baik. Bagaimana cara kita dapat melindungi anak-anak, terutama ketika kita tidak bisa selalu bersama mereka?

 

Kekuatan dari Sentuhan (Power of Touch)

Sentuhan merupakan salah satu pengalaman paling penting dalam perkembangan manusia, terutama pada bayi. Dalam studinya, Sapolsky (2004) menemukan bahwa, “Terkadang stressor dapat berupa kegagalan untuk memberikan sesuatu pada makhluk hidup, dan ketiadaan sentuhan merupakan salah satu stressor perkembangan yang paling nyata yang dapat dialami”. 

Parents, sentuhan merupakan bentuk pengalaman sensorik paling awal bagi manusia, terutama saat individu sedang dalam tahap perkembangan. Sebelum lahir, bayi dalam kandungan mendapatkan sensasi dipeluk secara konstan oleh rahim. Setelah lahir, bayi pun mengharapkan tingkat perasaan yang sama yang terhubung melalui perawatan “in arms”  oleh ibu dan orang dewasa lainnya (Narvaez et al., 2019). Maka dari itu, kontak skin on skin antara bayi dengan parents dapat membantu bayi merasakan kehangatan, mengenali aroma orang tuanya, dan memberikan perasaan aman, juga nyaman.

Parents, sangat penting untuk memberikan kasih sayang dalam bentuk fisik selama masa perkembangan bayi. Semakin sering parents memberikan pelukan kepada bayi, semakin berkembang pula otak mereka (Maitre et al., 2017). Sentuhan afektif memainkan peran penting dalam perkembangan sensorik, stimulasi pertumbuhan, dan interaksi sosial. Khususnya pada anak-anak, dibutuhkan stimulasi sentuhan interpersonal yang dapat membantu dalam perkembangan emosi dan perilaku mereka. Sentuhan lembut dari orang dewasa juga dapat melepaskan zat kimiawi (endorfin, oksitosin, dan dopamin) yang membuat tubuh merasa nyaman dan dapat mengurangi tingkat stres pada anak.

“Touch-based interactions help them feel like they are home. That they’re with their people and that their people are the ones who they can trust to feel safe and secure” – Rebecca Parlakian

Setelah membahas kekuatan dari sentuhan yang diberikan oleh parents pada sang buah hati selama masa perkembangan. Sejalan juga dengan tahap perkembangan anak, parents dapat membekali anak mengenai sentuhan yang baik dan tidak baik.

 

Mengapa hal ini penting untuk dilakukan?

Karena pada kenyataannya, dunia saat ini memiliki begitu banyak celah dimana anak dapat menjadi korban kekerasan, baik fisik maupun seksual dari lingkungan di sekitarnya. Pertimbangan lain, mengapa parents perlu mengedukasi anak-anak terkait sentuhan, yaitu:

  • Dengan memahami tanda-tanda perilaku/sentuhan yang tidak pantas, anak-anak dapat mengidentifikasi potensi ancaman dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
  • Anak dapat mengungkapkan hak-hak mereka dan mengatakan “tidak” pada kontak fisik yang tidak diinginkan. 
  • Menumbuhkan lingkungan yang mendukung dan melindungi anak dari bahaya. 
  • Membantu anak mengembangkan hubungan yang sehat dan memahami tentang persetujuan (consent). Hal ini mengajarkan mereka untuk mengenali dan menghormati batasan-batasan orang lain, serta mendorong rasa empati dan juga komunikasi.

 

Apa itu good touch dan bad touch?

Good touch mengacu pada kontak fisik yang positif dan pantas/sewajarnya. Jenis sentuhan ini meningkatkan hubungan emosional yang positif, rasa aman, dan nyaman. Sentuhan yang baik bersifat persetujuan dan penuh rasa hormat. Sedangkan bad touch mencakup kontak fisik yang tidak wajar dan tidak nyaman. Contoh sentuhan tidak baik mengacu pada kontak fisik yang membuat anak merasa tidak aman, sentuhan yang tidak diinginkan, paksaan, rayuan seksual, atau juga pelecehan. 

Ketika parents memberikan definisi dan contoh yang jelas, anak-anak dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang termasuk dalam setiap jenis sentuhan tersebut. Parents dapat membekali setiap anak dengan edukasi seputar good touch dan bad touch yang disesuaikan dengan perkembangan mereka.

1)Early years (0-3)

Ketika parents mengajari anak terkait sentuhan yang baik dan buruk, parents dapat memulai dari membangun percakapan dan edukasi seks sejak dini.

  • Parents dapat mengenalkan nama-nama yang tepat terkait bagian tubuh anak sebagai body safety dan juga mengajarkan norma-norma sosial, seperti tidak berjalan-jalan tanpa busana meskipun sedang berada di rumah. 
  • Memperkenalkan ide tentang sentuhan yang mudah dipahami yang seiring dengan perkembangan anak. Penjelasan terkait contoh sentuhan yang baik, seperti berupa tos, genggaman tangan, dan bahkan pelukan dari keluarga dan teman. Sentuhan yang buruk dapat dijelaskan sebagai sentuhan yang meninggalkan rasa sakit atau luka (memukul, mendorong, menendang, dan lain-lain).
  • Parents dapat membahas terkait area tubuh yang boleh disentuh dan tidak. Area tubuh “tidak boleh disentuh” adalah bagian yang tertutupi saat anak mengenakan baju atasan dan celana.
  • Mengajari anak untuk dapat mengatakan tidak ketika disentuh, menjauh dari orang tersebut, atau segera meminta bantuan jika merasa tidak nyaman.
  • Jelaskan pada anak bahwa tidak ada yang boleh menunjukkan bagian pribadi seseorang kepada mereka. Juga, tidak ada yang boleh melihat atau menyentuh area pribadi mereka.
  • Ketika mengedukasi anak, parents harus dapat menggunakan bahasa yang lugas dan sederhana. Contoh percakapan yang dapat parents lakukan bersama anak sebagai berikut. 
  • “Apakah boleh seseorang menyentuh kamu di area yang tidak boleh disentuh?”
  •  “Jika seseorang memelukmu dan kamu tidak menyukainya, apa yang akan kamu katakan?

Baca juga: Edukasi Seksualitas Anak dari Perspektif Orang Tua dan Guru “ConnecTime

2) Preschool years (4-6)

Pada usia ini, anak mungkin sudah mulai bersekolah di taman kanak-kanak. Parents dapat memainkan beberapa skenario bersama anak, seperti ketika mereka membutuhkan bantuan untuk buang air kecil, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama waktu bermain. Juga, apa yang harus dilakukan jika ada orang dewasa yang melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai. Pengulangan yang konsisten terhadap body safety akan membantu anak mengingat dan melindungi diri mereka ketika berada di situasi-situasi tersebut.  

3) Primary years (7-9)

Pada usia sekolah dasar, parents dapat memasukkan gagasan tentang tekanan teman sebaya ketika memperluas gagasan tentang sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk. Namun, perlu untuk tetap menyesuaikan ajaran dengan tingkat kedewasaan anak. Bangun rasa nyaman dan aman untuk anak dapat berbagi dan bertanya tentang apapun yang tidak mereka  ketahui. Parents, usahakan untuk tidak pernah terdengar curiga atau menakut-nakuti ketika sedang memberikan penjelasan. Sebaliknya, komunikasikan hal ini dengan tenang dan sering dengan menggunakan film atau berita untuk membangun percakapan. Parents, perlu untuk selalu mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disampaikan oleh anak, tanpa mengambil kesimpulan atau menghakimi terlalu cepat. 

“By teaching children about good touch and bad touch, they become more empowered and self-aware. They learn to trust their instincts and differentiate between appropriate and inappropriate physical contact”

Parents memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada anak-anak terkait good touch dan bad touch. Hal ini dapat dimulai dengan membangun lingkungan komunikasi yang terbuka dan jujur. Focus on the Family Indonesia mendukung para parent untuk membekali anak anda sesuai dengan tahap perkembangan mereka. FOFI menyediakan berbagai program dan layanan seputar parenting, seperti Parental Guidance, Parenting Seminar, dan Parenting Counseling. Parents dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi: 

Maitre, N. L., Key, A. P., Chorna, O. D., Slaughter, J. C., Matusz, P. J., Wallace, M. T., & Murray, M. M. (2017). The dual nature of Early-Life experience on somatosensory processing in the human infant brain. Current Biology, 27(7), 1048–1054. https://doi.org/10.1016/j.cub.2017.02.036

Narvaez, D., Wang, L., Cheng, A., Gleason, T. R., Woodbury, R., Kurth, A., & Lefever, J. B. (2019). The importance of early life touch for psychosocial and moral development. Psicologia Reflexão E Crítica, 32(1). https://doi.org/10.1186/s41155-019-0129-0 

Ong, D. (2024, February 28). What is Good Touch and Bad Touch? Focus on the Family Singapore – Helping Families Thrive. https://family.org.sg/resource/what-is-good-touch-and-bad-touch/ 

Sapolsky, R. M. (2004). Why zebras don’t get ulcers: The acclaimed guide to stress, stress-related diseases, and coping. Holt paperbacks. 

Uncategorized

Toxic Relationship dalam Kehidupan Remaja

Champs, apakah pernah berada di suatu hubungan yang baik disadari maupun tidak, membuat diri kita merasa tidak nyaman dan tidak bahagia? 

 

Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa tanpa orang lain dan saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial, kita tidak terlepas dari interaksi dan komunikasi dengan manusia lainnya. Manusia memiliki kebutuhan untuk rasa aman, kasih sayang, dan pengakuan akan eksistensi dirinya yang didapatkan melalui hubungan dalam kehidupan sosial. Hubungan dapat diartikan sebagai ikatan atau koneksi antar individu yang dapat ditemui dalam bentuk hubungan dengan orang tua, keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sosial. 

Masa remaja ini, kita melalui fase untuk membangun hubungan sosial yang lebih mendalam dengan sekitar, baik pertemanan maupun hubungan romantis. Dalam sebuah hubungan, kita akan menemukan berbagai konflik dan perbedaan pemikiran mengenai suatu hal. Saat berada di situasi tersebut, kita dapat merasakan tertekan, terancam, juga merasa terpaksa bertahan di dalamnya. Seringkali juga, kita jadi terpaksa menoleransi setiap hal yang dilakukan oleh pihak lain, meski kita merasa tidak setuju atau senang dengan hal tersebut. Hubungan seperti itu dapat dikategorikan sebagai toxic relationship. Toxic relationship adalah hubungan yang memiliki dinamika tidak sehat dan menyebabkan perasaan tertekan atau terluka karena tidak adanya dukungan, tidak dihargai, dan manipulasi (Delony, 2024). Prabandari (2021) menyebutkan bahwa anak usia remaja tidak jarang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat (toxic relationship), baik dengan sahabat, pacar, saudara, maupun orang tua dan lingkungan sekitar. Remaja perempuan dan laki-laki, keduanya sama-sama berisiko menjadi korban dari hubungan tidak sehat.

 

Contoh toxic relationship dalam berbagai jenis hubungan oleh remaja, seperti:

  • Keluarga: Dikenal dengan istilah “Toxic Parents” atau “Toxic Parenting”, dimana orang tua mengasuh dan mendidik anak dengan selalu mementingkan kepentingan dan kemauan dari pihak orang tua, tanpa memikirkan kondisi dan tidak menghargai pendapat sang anak. 
  • Pacaran/Hubungan Romantis: Hubungan romansa yang tidak sehat dapat mengarah pada kekerasan fisik, seksual, dan emosi (dating violence).  Pasangan yang cemburu, posesif berlebihan, menuntut perhatian terus-menerus, mengisolasi pasangannya dari teman dan keluarga adalah contoh dari hubungan tidak sehat. Hal ini bukanlah tanda cinta, melainkan tanda kontrol atas pasangannya.
  • Pertemanan: Toxic friendship, individu yang menganggap temannya sebagai lawan/saingan, seringnya memberikan kritik yang menjatuhkan, dan selalu merasa yang paling hebat dalam lingkup pertemanan merupakan bentuk lingkungan pertemanan yang toxic.

 

When you get out of it, you realize how toxic it actually was.” – Steve Maraboli

 

Ketika berada dalam hubungan yang tidak sehat, Champs dapat melihat beberapa ciri-ciri dari hubungan tersebut, yaitu:

  • Kurangnya dukungan yang didapatkan dan terkesan pihak lain dalam hubungan hanya mementingkan dirinya sendiri.
  • Komunikasi yang dipenuhi dengan sarkasme, kritik, dan penghinaan. 
  • Kecurigaan, ketidakpercayaan, dan kecemburuan yang berkepanjangan dalam hubungan. 
  • Perilaku mengontrol dan pembatasan dalam berbagai hal.
  • Sering berbohong untuk menghindari interaksi dengan pasangan atau takut untuk berbicara jujur. 
  • Sikap tidak menghormati dan menghargai yang berpola.
  • Sering merasa lelah secara fisik dan mental atau tidak nyaman dalam hubungan.
  • Penarikan diri dari hal yang disukai.

 

Hubungan seperti ini dapat mengancam kesehatan mental dan fisik seseorang. Champs dapat merasa stress, depresi, kemarahan, hingga percobaan menyakiti diri sendiri sebagai dampak dari hubungan toxic (Dafiq et al., 2023). Kita sebagai remaja juga dapat menjadi insecure, mengalami trauma, cemas, pikiran menjadi terganggu, kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, dan gangguan dalam kehidupan sehari-hari (Prabandari, 2021). Seringnya champs tidak menyadari bahwa Ia sedang berada di hubungan tidak sehat dan tetap bertahan dengan  berbagai  alasan  yang berbeda. Berada dalam hubungan tersebut dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan pada konsep diri dan harga diri remaja. 

Upaya untuk lepas dan bebas dari toxic relationship memang tidak mudah dan membutuhkan waktu, terutama dalam hubungan keluarga dan pertemanan. Champs, dapat melakukan coping dalam hubungan ini dengan membuat batasan yang sehat, self-care, dan awareness terhadap diri sendiri. Bicarakan mengenai apa yang kita rasakan secara jujur, masalah yang dihadapi, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan tersebut. Kedua, membuat batasan frekuensi berinteraksi dengan orang yang membuat kita tidak bahagia. Ketiga, yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak waktu untuk melakukan hal/kegiatan yang disukai. Lalu, bangun support system dengan orang-orang yang dapat memberikan energi positif kepada kita.

 

Dalam hubungan romantis, champs dapat melakukan beberapa hal untuk meninjau apakah hubungan tersebut masih layak untuk dipertahankan atau harus segera diakhiri. Komunikasi dapat dilakukan bersama pasangan, bicarakan kembali mengenai hubungan yang sedang dijalani dan komitmen untuk memperbaiki hubungan. Bila pasangan tidak menunjukkan komitmen untuk berubah dan tetap melakukan hal tidak menyenangkan (kekerasan) yang sudah berpola, mengakhiri hubungan merupakan pilihan yang tepat. Saat mengakhiri hubungan tersebut, membangun support system yang dapat menguatkan dan menemani di setiap proses mulai dari merencanakan, merealisasikan, dan pemulihan diri dari hubungan toxic. Memutuskan seluruh kontak setelah hubungan berakhir dapat dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada kesempatan untuk kembali bersama dengan pasangan. Individu yang pernah memiliki hubungan toxic dapat merasa dirinya tidak berharga dan sulit untuk menemukan orang yang lebih baik. Tanamkan dalam diri sendiri bahwa kita pantas untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik dan tetap bahagia. Bila menghadapi kesulitan menyembuhkan diri sendiri, kita dapat menjangkau tenaga kesehatan profesional untuk memulihkan kesehatan mental dan membangun kembali self-esteem

 

Percayalah, kita semua berhak atas hubungan sehat yang didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan, dan komunikasi yang sehat. Saat berada di suatu hubungan, pastikan bahwa semua pihak melakukan yang terbaik dan menjaga hubungan tersebut dengan penuh cinta kasih.

 

Teenagers deserve relationships that nurture their growth, self-esteem, and happiness” – Lisa Konick

 

Bila champs sedang berada dalam hubungan toxic dan sedang merasa tidak bahagia, bahkan mengancam kesehatan mental serta fisik. Champs dapat menjangkau layanan konseling Focus on the Family Indonesia melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006. FOFI siap membantu champs dalam melalui proses tersebut.

 

Referensi:

Delony, J. (2024). 12 Signs You’re in a Toxic Relationship. Ramsey Solutions. https://www.ramseysolutions.com/relationships/toxic-relationship-signs#:~:text=A%20toxic%20relationship%20is%20one,re%20unsupported%2C%20manipulated%20or%20disrespected.

Dafiq, N., Camela, M. M., Akur, M. F., & Jeniati, E. (2023). TOXIC RELATIONSHIP PADA REMAJA:STUDI LITERATUR. https://stikessantupaulus.e-journal.id/JWK/article/view/163 

Lamothe, C. (2024). Is your relationship toxic? Signs and how to cope. Healthline. https://www.healthline.com/health/toxic-relationship#signs

Universitas Gadjah Mada. (2023). Pakar UGM: Waspada Hubungan Toxic di Kalangan Remaja. https://ugm.ac.id/id/berita/20943-pakar-ugm-waspada-hubungan-toxic-di-kalangan-remaja/#:~:text=Anak%20usia%20remaja%20tidak%20jarang,maupun%20orang%20tua%20dan%20lingkungannya.&text=Karena%20itu%2C%20jelasnya%2C%20terdapat%20tujuh,diwaspadai%20dalam%20suatu%20pola%20hubungan

Uncategorized

Dinamika Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)

Pertengkaran dan persaingan antar saudara, tentu bukan hal asing lagi untuk Parents yang memiliki anak lebih dari satu. Anak-anak yang mengejar perhatian orang tua, berkelahi, dan saling rebutan mainan seringkali mewarnai perjalanan tumbuh kembang anak. Parents mungkin saja sering merasa kesulitan menghadapi situasi dimana anak tidak akur dan penuh perselisihan.

 

Apa itu Sibling Rivalry?

Sibling rivalry adalah persaingan di antara saudara untuk mendapatkan cinta, kasih sayang, dan perhatian dari salah satu atau kedua orang tua atau untuk mendapatkan pengakuan atau keuntungan lainnya. Persaingan ini sering terjadi setelah kelahiran anak kedua dalam suatu keluarga dalam bentuk kompetisi, kecemburuan, kemarahan, bahkan perasaan benci.

Contoh sibling rivalry adalah ketika kakak yang lebih tua merasa kesepian dan kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, setelah adiknya lahir. Di posisi sebagai adik, seseorang dapat merasa cemburu ketika sang kakak memiliki lebih banyak kebebasan melakukan sesuatu. Rasa cemburu yang dirasakan antar saudara dapat diutarakan secara berbeda-beda satu sama lain. Ada anak yang mengungkapkan hal tersebut dengan memberikan aduan mengenai kesalahan adik atau kakaknya. Juga, ada yang berperilaku dengan ingin tampil lebih baik dari saudaranya. Meskipun pertengkaran kecil dapat membantu anak belajar memecahkan masalah dan mengatasi konflik, konflik dan agresi tingkat tinggi antara saudara kandung dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental anak. Oleh karena itu, parents harus membantu anak-anak dalam mengatasi tantangan tersebut.

Menurut Hurlock (1989), ciri-ciri sibling rivalry adalah tidak mau membantu saudara, tidak mau berbagi, tidak mau bermain dengan saudara atau mengasuh adik kecuali jika dipaksa, serangan agresif, dan merusak sesuatu milik saudaranya. Beberapa faktor yang mempengaruhi sibling rivalry dalam keluarga, yaitu: (Hurlock, 1989)

  • Sikap orang tua, perbedaan sikap yang diberikan orang tua antara anak pertama, kedua, dan seterusnya yang dapat menyebabkan rasa iri antar saudara.
  • Urutan posisi, berkaitan dengan beban dan tugas yang diemban seorang anak berdasarkan urutan kelahiran.
  • Jenis kelamin saudara kandung, anak laki-laki dan perempuan bereaksi yang berbeda terhadap saudara kandung yang sama jenis kelaminnya atau berbeda jenis kelaminnya.
  • Perbedaan usia, mempengaruhi cara mereka dalam bereaksi satu terhadap lain dan cara orang tua memperlakukan mereka. 
  • Jumlah saudara, keluarga kecil dapat meminimalisir pertengkaran antar saudara kandung karena dengan jumlah yang lebih sedikit, saudara dapat memiliki lebih banyak waktu untuk berkomunikasi dengan sesama. 
  • Jenis disiplin oleh orang tua. 
  • Pengaruh orang luar, dalam bentuk kehadiran orang luar di rumah, tekanan yang diberikan kepada anggota keluarga, dan perbandingan anak dengan saudaranya oleh orang luar rumah.

 

Bagaimana  Sibling Rivalry dapat Mempengaruhi Anak?

Dampak sibling rivalry dapat berupa dampak pada diri sendiri dan juga pada saudara. Dampak pada diri sendiri yaitu adanya tingkah laku regresi untuk mendapatkan perhatian orang tua dan self efficacy (keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya) rendah. Dampak sibling rivalry terhadap saudara yaitu agresi dengan merusak barang milik saudaranya.  Kedua, tidak mau berbagi dengan saudara, tidak mau membantu karena perasaan bersaing dengan saudara, dan saling mengadukan kesalahan saudaranya. Sibling rivalry juga dapat berdampak pada orang lain. Ketika pola hubungan antar saudara kandung tidak baik, dapat terjadi pola hubungan yang tidak baik yang akan dibawa anak kepada pola hubungan sosial di luar rumah, seperti kebiasaan bertengkar (Hurlock,1989).

Beberapa hal yang dapat parent lakukan untuk meminimalisir terjadinya persaingan antar saudara dengan case mendapatkan anggota keluarga baru, yaitu anak diikutsertakan dalam persiapan menyambut sang adik. Parents juga dapat memberikan jaminan verbal kepada anak bahwa orang tua akan terus mencintainya bahkan setelah bayi lahir. Hal ini akan mengatasi rasa tidak aman yang mungkin dialami anak. Pemberian pujian verbal kepada anak yang ikut serta merawat bayi akan membantu mereka merasa diikutsertakan dan lebih dekat dengan sang adik.

Penting bagi parents untuk menekankan peran masing-masing individu dalam keluarga dan menciptakan lingkungan yang adil. Orang tua perlu menghindari perlakuan yang berbeda terhadap anak, serta tidak melakukan perbandingan antar anak mengenai kecerdasan, penampilan fisik, dan prestasi mereka (Volling et al., 2002). Persaingan antar saudara kadang tidak bisa dihindari, namun dapat diatasi dengan cara yang sehat. Orang tua yang mencontohkan keterampilan pemecahan masalah selama penyelesaian konflik dalam hubungan pernikahan dan keluarga.

Parents perlu mendukung anak untuk membangun hubungan saudara kandung yang hangat, penuh kasih sayang, dan keintiman. Hal ini karena hubungan saudara merupakan sumber dukungan material dan emosional, yang memiliki kekuatan untuk melindungi dari kesepian dan depresi individu. McHale menyebutkan bahwa saudara kandung seringkali menjadi orang-orang yang paling lama bertahan dan menemani dari masa kanak-kanak hingga tua, yang berarti dapat memahami saudaranya dengan cara yang tidak dapat dilakukan orang lain.

Focus on the Family Indonesia mendukung parents, memperlengkapi keluarga dengan nilai-nilai dan kompetensi untuk membangun keluarga yang sehat. Oleh sebab itu, FOFI menyediakan program konseling untuk parents agar bisa berdiskusi dengan tenaga profesional untuk perkembangan keluarga Anda. FOFI juga menyediakan program parenting ‘Raising Future Ready Kids’ yang dapat membekali parents dengan skills untuk mendampingi pertumbuhan anak dalam membangun komunikasi yang efektif. Parents dapat menghubungi kami melalui direct message Instagram kami @focusonthefamilyindonesia atau WhatsApp pada nomor +6282110104006.

 

Referensi:

Hurlock, E. (1989). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta:Erlangga. 

Putri, A. C. T. (2013). DAMPAK SIBLING RIVALRY(PERSAINGAN SAUDARA KANDUNG)PADA ANAK USIA DINI (Vol. 2, Issue 1). http://lib.unnes.ac.id/18553/

Volling, B. L., McElwain, N. L., & Miller, A. L. (2002). Emotion Regulation in Context: The Jealousy Complex between Young Siblings and Its Relations with Child and Family Characteristics. Child Development, 73(2), 581–600. https://doi.org/10.1111/1467-8624.00425 

Weir, K. (2022). Improving sibling relationships. https://www.apa.org. https://www.apa.org/monitor/2022/03/feature-sibling-relationships